Kopdar Ngaji Ihya Ulumuddin, Ini AjaranTasawuf Al-Ghazali
Sebelum ngajibareng.id menggelar Kopdar Ngaji Ihya bersama Kiai Ulil Abshar-Abdalla, terlebih dulu perlu kiranya kita mengetahui sejumlah pandangan Imam Al-Ghazali, penulis Kitab Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama Islam).
Selain Ulil Abshar, akan tampil juga Gus Zakki dari Tebuireng Jombang dan Prof Muhammad Nuh, ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya. Kopdar Ulil Abshar Abdalla, pada Jumat (23/3/2018) pk 19.00 WIB malam ini di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Jln Jemursari Surabaya, akan membahas sejumlah bagian dari Kitab yang terkenal memadukan ilmu tasawuf dan syariat secara harmonis itu.
Karena itu, ajaran Imam Ghazali menjadi acuan bagi kalangan penganut Islam ala Ahlussunnah Waljamaah di bidang tasawuf, bersama Imam Junaid al-Baghdadi, sebagaimana digariskan Nahdlatul Ulama.
Sebagai orang pesantren, Ulil Abshar-Abdalla telah sejak awal mengenal kitab tersebut. Meski ia telah mengarungi pelbagai disiplin ilmu keagamaan, “kitab Ihya Ulumuddin tetap memikat untuk terus dipelajari. Maka ngaji Ihya’ dengan kopdar semakin diminati bukan hanya bagi kalangan pesantren, melainkan juga masyarakat di luar pesantren,” tutur Ulil Abshar-Abdalla, yang juga menantu Kiai Mustofa Bisri Rembang ini.
Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-jama’ah. Corak tasawufnya adalah psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral yang dapat di lihat dalam karya-karyanya .
Seperti Ihya’ullum, Al-Din, Minhaj Al-‘Abidin, Mizan Al-Amal, Bidayah Al Hidayah, M’raj Al Salikin, Ayyuhal Wlad.
Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat dan ia sangat menolak paham hulul dan utihad (kesatuan wujud). Untuk itu ia menyodorkan paham baru tentang ma’rifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya:
Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada, alat untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sir-qolb dan roh. Pada saat sir, qalb dan roh yang telah suci dan kosong itu dilimpahi cahaya Tuhan dan dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Kelak keduanya akan mengalami iluminasi (kasyf) dari Allah dengan menurunkan cahayanya kepada sang sufi. Sehingga, yang dilihatnya hanyalah Allah, di sini sampailah ia ke tingkat ma’rifat.
PandanganAl-Ghazalitentang-As-As’adah.
Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah) di dalam kitab Kimiya As-Sa’adah. Sang Hujjatul Islam menjelaskan, As-Sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya; nikmatnya mata terletak pada ketika melihat gambar yang bagus dan indah, nikmatnya telinga terletak ketika mendengar suara merdu. (adi)
Advertisement