Kontroversi soal Poligami, Ini Kata Kiai Marzuki Wahid
DALAM beberapa tahun terakhir, masalah poligami benar-benar menyita perhatian banyak orang. Ada sekelompok orang yang menganut paham, seorang lelaki wajib berpoligami. Anggota perempuannya harus siap dimadu. Bahkan, yang berstatus gadis harus merelakan dirinya untuk menjadi istri kedua, ketiga atau keempat dari lelaki di antara golongannya.
Hal itu seperti dialami Ny Putri Aisyah, istri ustadz Achmad Alhabsyi, yang tak rela dimadu. Akhirnya, kedua pasangan suami istri tersebut mengakhiri jalinan asmara yang telah sekian tahun berumah tangga, di pengadilan.
Dengan hanya berkutat soal poligami, seolah hanya itu satu-satunya jalan dalam melaksanakan sunnah Rasul. Inilah yang kemudian menimbulkan penolakan yang keras dari sebagian kalangan.
Begitu pun yang menolak poligami, sesungguhnya mempunyai dasar dan pijakan syariah. Berikut 10 Syar’i Menolak Poligami, sebagaimana disampaikan Kiai Marzuki Wahid.
Sebelum Islam datang, poligami sudah dipraktikkan. Dengan demikian, poligami bukan ajaran Islam, tapi warisan jahiliyah pra-Islam.
Ajaran Islam dalam perkawinan adalah keadilan, termasuk keadilan relasi laki-laki dan perempuan. Menurut Al-Quran Surat an-Nisa: 3, monogami adalah adnaa an-laa ta'uuluu (lebih dekat untuk tidak berbuat dholim, yakni lebih dekat untuk bisa mewujudkan keadilan dalam rumah tangga).
“Jika monogami saja disebut lebih dekat tdk berbuat dholim, alias bisa mendholimi, mk apalagi poligami jelas mendholimi,” Kiai Marzuki Wahid, yang Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU-NU.
Nabi Muhammad SAW setia dengan seorang istri (monogami), hingga istrinya Sayyidah Khadijah wafat, meskipun usia Khadijah terlampau 15 tahun lebih tua. Begitu setianya, Nabi SAW menduda sekitar 2 tahunan setelah wafatnya. (bersambung)