Kontroversi Instalasi Batu Gabion di Bundaran HI
Pemprov DKI Jakarta memasang instalasi batu gabion di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Ini sebagai pengganti instalasi bambu getah getih. Terdapat batu karang di instalasi batu gabion tersebut dipermasalahkan oleh Riyanni Djangkaru.
Pemerhati lingkungan mengkritik adanya terumbu karang yang dilindungi. Ia mengungkap persoalan ini di akun Instagram, @r_djangkaru.
"Jantung saya tiba-tiba berdetak lebih kencang. Tumpukan karang-karang keras yang sudah mati. Ada karang otak dan berbagai jenis batuan karang lain yang amat mudah dikenali," tulis Riyanni yang juga mantan pembawa acara di televisi ini.
"Saya jadi bertanya-tanya, apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dapat dianggap seakan "menyepelekan" usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Darimana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut? Ekspresi seni adalah persoalan selera, tapi penggunaan bahan yang dilindungi Undang-undang sebagai bagian dari sebuah pesan,mohon maaf, menurut saya gegabah. #sekedarmengingatkan," sambungnya di bagian akhir postingan tersebut.
Riyanni mengaku sangat kaget mendapati fakta tersebut. Sebab, menurutnya, terumbu karang dilindungi penuh misalnya lewat Undang-Undang Nomor 5/ 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga Undang-Undang 27/2007 tentang Pengelolaan Wilyah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.
Menanggapi unggahan tersebut, Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsita membantah bahwa bahan dasar instalasi gabion di Bundaran HI adalah batu karang.
"Jadi menanggapi informasi selama beberapa hari ini viral penggunaan terumbu karang di instalasi gabion. Saya nyatakan itu tidak benar, bahwa yang kita gunakan adalah batu gamping. Sesuai dengan konsep yang telah disiapkan oleh dinas kehutanan," kata Suzi.
Menurut Suzi, hal itu diketahui setelah pihaknya berdiskusi dan berkoordinasi dengan geologis dan akademisi.
"Jadi beberapa hari ini memang kita menerima masukkan dari masyarakat ada yang dari aktivis ada yang dari geologi secara akademis. Kita lanjut ke lokasi dan kita nyatakan kita periksa bersama-sama dan dinyatakan oleh dari UI bahwa itu adalah batu gamping," jelasnya.
Suzi menuturkan, setelah ditelaah oleh geologis dan akademisi batu yang berada di dalam rangkaian besi adalah sisa batu karang yang telah terproses jutaan tahun di lautan dan sudah mati. Sehingga tidak bermasalah lagi jika diambil dari lautan dan dibawa ke daratan.
"Terproses jutaan tahun yaitu menjadi batu gamping jadi sama sekali tidak benar bahwa yang kita gunakan adalah terumbu karang. Jadi ada warna putih dan warna merah," ucap Suzi.
Ia kemudian menjelaskan, makna instalasi gabion. Tiga bronjong atau keranjang besar batu disebut melambangkan air, udara, dan tanah yang menyelaraskan lingkungan.
Instalasi batu gabion dengan anggaran Rp150 juta ini juga dilengkapi tanaman hias penyerap polutan yang disusun alami. Tanaman ini, menurut Suzi, menggambarkan suasana alam atau natural di tengah kota metropolitan.