Kontroversi Fadli
Siang itu, Pak Prabowo, Uda Fadli Zon, dan Ustaz Adi Hidayat meriung. Di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor. Pak Prabowo meminta pendiri Quantum Akhyar Institute (QIA) ini memberikan nama untuk masjid di kompleks rumahnya.
Pak Prabowo meminta nama itu ditulis di kertas. “Saya butuh bolpoin,” jawab Ustaz Adi Hidayat. Sontak, Uda Fadli yang ada di sampingnya segera merogoh sakunya. Mengambil penanya dan mengansurkannya.
Nurul Wathan, itulah kata pilihan yang tertulis di kertas. Kertas pun berpindah tangan. “Biasanya, kalau ada sudah memberikan sesuatu kepada saya, mereka tidak pernah memintanya kembali,” gurau lulusan Islamic Call College Tripoli, Libya ini sambil masih memegang pulpen itu.
Oh ya, pena milik Wakil Ketua DPR itu merknya Montblanc. Salah satu kesayangannya, seri terbatas penulis William Shakespeare. Konon, didapatnya dari lelang.
Harganya? Lumayan tentu saja. Kalau iseng, bisa googling untuk mengetahuinya. Apalagi kalau ada nilai sejarah di dalamnya.
Uda Fadli, yang mengaku sangat menghormati para ulama, tentu hanya tersenyum simpul. Tak berani meminta lagi bolpoinnya. Dan memilih mengiklaskannya.
Terkait dengan ulama, beberapa waktu lalu, dia juga posting fotonya bersama sesepuh PPP, KH Maimun Zubair (Mbah Moen). Sebagai bagian klarifikasi puisinya yang bikin heboh.
Puisi itu berjudul, “Doa yang Ditukar”. Ditulis pada 3 Februari. Seusai viralnya video doa Mbah Moen. Saat itu, Mbah Moen menyebut nama Pak Prabowo ketika berdoa di samping Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lantas, ada Ketua PPP saat itu, Romahurmuzy yang meminta Mbah Moen mengulang doa lagi. Meski sudah mengklarifikasi makna puisi itu, tapi terlambat. Sudah memantik amarah santri. Sebagian, di Kudus, memilih turun ke jalan. Protes keras.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini memang unik. Dibalik wajahnya yang baby face itu, tersimpan misteri. Tapi, harap maklum, dia juga populer. Ada 1,2 juta pengikutnya di twitter dan 223 ribu di instagram. Jumlah yang besar.
Banyak tindakan spontannya, menghasilkan tanya. Dari cuitan di twiter, pernyataannya di media, atau puisi karyanya. Acap kali melahirkan kontroversi.
Dibalik wajahnya yang baby face itu, tersimpan misteri. Tapi, harap maklum, dia juga populer. Ada 1,2 juta pengikutnya di twitter dan 223 ribu di instagram. Jumlah yang besar.
Kini, dia lantang, menolak rencana pertemuan Pak Prabowo dengan Pak Luhut Pandjaitan, selaku utusan Presiden Jokowi. “Mau bahas apa coba? Ya ini kan belum selesai,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senin (22/4).
Di matanya, Pilpres 2019 belum usai. Proses masih berlangsung di KPU. Dia meyakini, pengawalan suara dari daerah hingga ke pusat, lebih utama.
Apalagi, hasil real count di Bengkulu, memenangkan Pak Prabowo. Sebelumnya, hasil quick count mewartakan sebaliknya. Tentu ini memberi asa bagi kubu Pak Prabowo dan Bang Sandiaga. Masih ada harapan.
Semua pihak akan menanti hasil real count pada 22 Mei 2019. Dan akhirnya, KPU menetapkan sang pemenang. Baru setelah itu, akan tiba masa lobi dan pertemuan politik.
Bagi para pembencinya, dia hanya sarat kontroversi. Namun, kalau mau fair, sesaat mari kita lihat jejak doktor lulusan Univeristas Indonesia (UI) ini. Ternyata, dia terhitung gemilang.
Dia jebolan London School of Economics and Political Science (LSE), salah satu kampus ternama di Inggris Raya. Saat menyelesaikan sarjana sastra Rusia, dia menyabet predikat Mahasiswa Berprestasi I UI. Lantas merebut gelar Mahasiswa Berprestasi III tingkat nasional.
Di matanya, Pilpres 2019 belum usai. Proses masih berlangsung di KPU. Dia meyakini, pengawalan suara dari daerah hingga ke pusat, lebih utama.
Sepantasnya, para alumni UI ikut bangga. Walau karena urusan politik, jadi sebaliknya. Ada sebagian yang tidak suka.
Ketika SMA, dia sudah melanglang buana ke Amerika. Dapat beasiswa dari AFS (American Field Service) ke Harlandale High School. Dia lulus dengan predikat summa cum laude.
Hobinya mengkoleksi lukisan, keris, wayang, buku, dan barang unik lainnya. Koleksi bukunya lebih dari 7 ribu. Beberapa rumahnya dijadikan museum dan perpustakaan. Baik yang di Padang atau di Bogor.
Kebiasaan membaca, menulis, dan beroganisasi sudah ada di jiwanya sejak kecil. Semua mulai menguat saat masuk SMP. Dalam sebuah kegiatan, bersama teman SMP, mereka berpetualang ke Pelabuhan Ratu.
Namun, petualangan itu mengantarnya pada peristiwa penting. Kecelakaan bersama teman-temannya. Peristiwa itu membuat kepalanya remuk dan patah tulang di beberapa anggota tubuh.
“Ada yang bilang, tengkorak kepala saya seperti bubur karena jadi lunak,” katanya seperti tertulis di bukunya: Menyusuri Lorong Waktu.
Hobinya mengkoleksi lukisan, keris, wayang, buku, dan barang unik lainnya. Koleksi bukunya lebih dari 7 ribu.
Namun atas keajaiban minyak Pak H. Nur, ahli pengobatan Cimande, selama tiga bulan pengobatan, dia sembuh total. Kembali ke sekolah. Bahkan lulus dan juara kelas.
Peristiwa kedua, adalah kecelakaan bersama ayahnya. Saat hendak kontrol ke Cimande. Motor ayahnya ditabrak truk.
Dia luka parah lagi. Patah tulang lagi. Dibawa ke Pak H. Nur lagi. Takdir, ayahnya dipanggil Illahi.
Itulah dua fase penting. Kecelakaan yang mengubah hidupnya. Di matanya, sisa hidup yang diberikan Allah SWT adalah bonus.
“Hidup adalah merayakan hari ini,” tegasnya. Di benaknya, masa depan adalah misteri dan harapan. Walau dalam keterpurukan dan keterbatasan, hidup memberikan banyak pelajaran.
Apakah kecerdasannya dan gaya perilaku ada hubungan dengan dua kecelakaan itu? Hanya Tuhan dan dirinya yang tahu. “Saya hanya menapaki hidup yang hampir musnah,” ungkapnya.
Sebagai oposan, politisi teras Gerindra ini, senantiasa bersuara lantang. Bersebrangan dengan penguasa. Pilihan kata kritiknya selalu keras, menusuk, tanpa belas kasih.
Di benaknya, masa depan adalah misteri dan harapan. Walau dalam keterpurukan dan keterbatasan, hidup memberikan banyak pelajaran.
Padahal, dengan bacaan sastra yang luas, dia seharusnya bisa memilih kata yang menawan. Mendayu dan lembut bak sastra Melayu. Mungkin, karena pikirannya lebih dilingkupi sastra Rusia yang “dingin” itu.
Yang pasti dia masih banyak mimpi. Terkait koleksi barang uniknya, dia memimpikan memiliki toilet VIP di Peternakan Tapos. Tempat Presiden Suharto menerima banyak tamu penting. Tentu, karena dia menganggap tingginya nilai sejarah toilet itu.
Untuk mimpi politiknya? Dengan terpilih lagi sebagai anggota DPR, sepertinya, dia berharap bisa jadi Ketua DPR. Sayang, hasil quick count pemilu kali ini, berkata lain. Mustahil terpenuhi kali ini.
Sebagaimana revisi UU MD3, kursi Ketua DPR akan diduduki Mbak Puan Maharani. Karena PDI P jawaranya. Mereka pemilik kursi terbanyak.
Mungkin dia masih bisa jadi Wakil Ketua DPR lagi. Tentu saja, semua tergantung Pak Prabowo. Apakah kembali merestui.
Jika anggota partai lainnya memanggil Pak, kepada Prabowo, dia selalu memanggilnya Mas. Terkesan akrab dan dekat. Banyak yang bertanya, apa yang membuat Mantan Pangkostrad ini percaya dan sayang kepadanya?
Beragam spekulasi berdesir. Apakah karena dia sangat loyal? Atau, konon, karena dia anak angkat Pak Soemitro Djojohadikusumo? Atau karena pemahamannya atas Rusia—negara adi daya, yang di luar kepala? Entahlah.
Setidaknya, selama lima tahun ke muka, kita masih akan menikmati beragam kontroversinya. Karena dia meyakini, polemik serta kontroversi tak bisa dihindarkan ketika sudah mengambil sikap. “Itulah energi hidup ini,” ungkapnya.
Ajar Edi, kolumnis ngopibareng.id
Advertisement