Kontras: Veronika Jadi Tersangka, Polisi Salah Besar
Sekjen Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andi Irfan, mengatakan tindakan aparat Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur salah besar, dengan menentapkan Veronica Koman sebagai tersangka penyebar provokasi soal Papua.
Sebab, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) itu, dinilai berlaku dalam konteks sebagai kuasa hukum atas para mahasiswa Papua.
"Itu sangat salah," kata Andi kepada ngopibareng.id, Sabtu 7 September 2019.
Menurut Andi, tindakan Polda Jatim, bukan menyelesaikan kasus ini. Namun malah memperkeruh suasana yang sudah mulai tenang.
"Polisi itu selalu begitu. Mungkin maksudnya biar adil. Jadi tangkap dan tetapkan dari dua belah pihak," katanya.
Padahal menurut Andi, semua yang dikatakan oleh Veronica dalam cuitan di Twitter @veronicakoman adalah kronologi yang benar dan nyata adanya. Bukan untuk provokasi massa atau menggiring opini.
"Itu isi tweetnya benar semua padahal. Ya biasalah Polisi selalu seperti itu. Ini lho tanda belum profesional," lanjutnya.
Andi juga mengingat, saat Veronica menulis tweet, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan itu hoaks. Namun tak berlangsung lama, pihak Kominfo mencabut pernyataan dan menyatakan hal sebaliknya.
"Kalau dibilang hoaks, yang mana? kan itu fakta di lapangan semua," ungkapnya.
Maka dari itu, Andi berharap, untuk menyelesaikan kasus di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) beberapa waktu lalu. Polisi harus berani menangkap dan mengungkap aktor-aktor yang membuat kejadian tanggal 16 Agustus memanas. Termasuk dari ormas dan aktor intelektual yang terlibat.
"Kalau mau kasus ini selesai dan terang, ungkap siapa dibalik itu semua. Tangkap yang bernada rasial, menyerang, dan sebagainya itu," pungkasnya.
Seperti diketahui, Polda Jawa Timur menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka baru atas insiden di AMP, Rabu 4 September 2019.
Polisi menilai, Veronika adalah provokator yang menyebar berita hoaks melalui sosial media twitter. Postingan twitter Veronica, dinilai berisi hal-hal provokasi dan mengarah ke hoaks.
"Ada 5 postingan yang sangat provokasi. Bukan hanya di dalam tapi di luar negeri. Selain itu dalam postingannya yang berbahasa Indonesia dan Inggris menganduk hoaks," kata Kapolda Jawa Timur, Irjen Luki Hermawan.