KontraS Surabaya Catat 7 Pelanggaran saat Demo Omnibus Law
Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mencatat, ada 7 pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian, saat peristiwa aksi Tolak Omnibus Law, pada Kamis, 8 Oktober 2020.
Koordinator KontraS Surabaya, Rahmat Faisal mengatakan, petugas melakukan penangkapan secara sewenang-wenang kepada beberapa masa aksi di Gedung Negara Grahadi.
“Dilakukan kepada massa yang baru akan melakukan aksi, kepada masa aksi yang tidak terlibat dalam pengrusakan dan penyerangan,” kata Faisal, ketika berada di kantornya, Rabu, 14 Oktober 2020.
Kemudian, lanjut Faisal, petugas juga sempat melakukan tidak kekerasan kepada para relawan medis. Serta massa aksi yang tidak melakukan perlawanan saat diamankan ke Polrestabes Surabaya maupun Polda Jatim.
“Aparat kepolisian melakukan tindak kekerasan kepada massa aksi yang sedang dirawat di posko medis, massa aksi yang tidak bersenjata, dan massa aksi yang tidak melawan saat ditangkap,” ungkapnya.
Ketiga, kata Faisal, Aparat kepolisian melakukan penyerangan dan perusakan terhadap sekretariat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang digunakan untuk posko kesehatan.
Faisal memgungkapkan aparat kepolisian juga sempat melakukan intimidasi kepada para jurnalis, dan masyarakat yang melakukan dokumentasi selama aksi demostrasi berlangsung.
“Hal tersebut dilakukan dengan cara merampas alat-alat pendokumentasian seperti HP dan kamera yang digunakan, dan menghapus paksa hasil dokumentasi,” jelasnya.
Tak hanya itu, kata Faisal, petugas kepolisian juga dinilai menghalangi, ketika pihak KontraS Surabaya mencari informasi mengenai data pasti para peserta demo Tolak Omnibus Law yang telah diamankan.
“Mengenai berapa jumlah keseluruhan massa aksi yang ditangkap, dan status penahanannya, sehingga tim advokasi mengalami kesulitan dalam memberikan bantuan hukum, setelah terjadi penangkapan,” ucapnya.
Kemudian, menurut Faisal, aparat kepolisian tidak memberikan informasi secara detail tentang jumlah, jenis dan keberadaan barang-barang yang dirampas selama aksi kepada korban yang mengalami tindak perampasan.
“Aparat kepolisian juga melakukan tindak kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi kepada tersangka anak di bawah umur selama proses pemeriksaan,” tutupnya.