KontraS Surabaya All Out Dampingi Kasus Kekerasan Jurnalis
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya akan total dalam memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada Nurhadi, jurnalis Tempo yang mengalami tindak kekerasan oleh aparat. Koordinator KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan KontraS sangat berkomitmen untuk turut mendampingi penyelesaian kasus kesewenang-wenangan aparat kepada jurnalis.
Sebab menurutnya, jurnalis dan awak pers dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers. Sehingga jika ada pihak-pihak yang tak suka dengan kegiatan jurnalistik bisa melakukan peneguran secara baik-baik, bukan langsung main fisik atau kekerasan kepada jurnalis tersebut.
“Kasus Nurhadi ini adalah bentuk bahwa masyarakat dan beberapa oknum aparat belum bisa menerima kerja jurnalistik. Ini juga sebagai bukti bahwa masih ada orang-orang yang berusaha melakukan penghalang-halangan kerja jurnalistik yang dilakukan awak media,” kata Khoir, Senin 29 Maret 2021 kepada Ngopibareng.id
Ia melihat, kerja jurnalistik yang dilakukan oleh Nurhadi adalah hal yang masih ditakuti oleh pihak-pihak tertentu. Padahal kerja Nurhadi dilindungi oleh UU Kebebasan Pers. Khoir melihat, kasus Nurhadi ini bisa terjadi kembali dikemudian hari jika tak segera diselesaikan secara mendalam.
Untuk pendampingan hukumnya sendiri, KontraS bekerjasama dengan AJI dan LBH Lentera Salawati Taher, LBH Pers, serta LBH Surabaya. Salah satu Langkah awal adalah dengan memberikan pendampingan Nurhadi untuk melakukan pelaporan ke Polda Jatim pada Minggu 28 Maret 2021 kemarin.
Dalam laporan itu, Khoir menjelaskan bahwa timnya menuntut para oknum pelaku kekerasan dengan Pasal 170 KUHP mengenai penggunaan kekerasan, lalu pasal 18 ayat 1 Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik. Lalu pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 355 KUHP terkait penganiayaan berat yang dilakukan terencana.
“Karena ini kan sudah dilakukan tindakan kekerasan dan penganiyaan. Padahal bisa dengan mudah narasumber jika tak berkenan itu meminta Nurhadi untuk meninggalkan tempat secara baik-baik. Makanya kami menuntut dengan dasar hukum itu. Apalagi ada tindakan perampasan ponsel, restart ponsel, dan pengerusakan SIM Card milik Nurhadi. Itu hal yang paling parah, merampas alat bukti. Tindakan reset HP dan merusak SIM Card adalah salah satu tindakan pelaku untuk menghilangkan alat bukti,” katanya.
Advertisement