Konsekuensi Pembaharuan Muhammadiyah Beda Fakta dengan Arab Saudi
Muhammadiyah dinilai sebagai gerakan pembaharuan di Indonesia. Terhadap soal ini, tentu tidak boleh puas dengan segala capaian yang berhasil ditorehkannya sejauh ini.
Ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang sudah mewarnai dan membersamai kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan sampai sekarang harus diapresiasi dan disyukuri.
Akan tetapi gerakan tajdid atau pembaharuan yang melekat pada Muhammadiyah tidak boleh berhenti karena capaian-capaian tersebut. Kepada kader dan pimpinan persyarikatan Hilman meminta untuk konsisten dalam melakukan pembaruan.
Menurut Bendahara Umum PP Muhammadiyah, Hilman Latief, gerakan pembaharuan yang dimiliki oleh Muhammadiyah membangkitkan kesadaran kader, lebih-lebih pimpinan persyarikatan. Hal itu untuk berkaca dan mawas diri perihal kontribusi yang sudah ia berikan kepada persyarikatan, umat, bangsa, dan dunia.
Memahami Tajdid
“Oleh karena itu saya memahami tajdid adalah inovasi, tajdid bukan hanya sekedar kita mengeluarkan pikiran-pikiran baru tapi juga bagaimana secara sosial, secara ekonomi, secara politik, secara kebudayaan, bahkan di aspek-aspek pendidikan kita juga banyak melakukan inovasi,” tutur Bendahara Umum PP Muhammadiyah, Hilman Latief, dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, Rabu 30 Agustus 2023.
Dengan jumlah kader diaspora di luar negeri yang melimpah, Hilman meyakini akan ada banyak gagasan yang diberikan mereka untuk kemajuan persyarikatan. Dia berharap dengan kesegaran gagasan tersebut mendorong praktik aksi Islam sehingga lebih dinamis.
Menyinggung Arab Saudi yang dikenal sebagai basis Wahabisme, Hilman mengutarakan bahwa mereka saat ini melakukan banyak perubahan peraturan, termasuk dalam fatwa-fatwa mereka. Perubahan tersebut dirasakan sejak lima tahun terakhir ini.
Oleh karena itu dalam agenda Pengukuhan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Yaman ini, Hilman berpesan kepada kader yang berdiaspora untuk belajar di negara-negara Timur Tengah supaya tidak pudar spirit dan gerakan pembaharuannya. Sebab itu adalah jati diri Muhammadiyah.
“Meskipun kita ini merupakan organisasi atau gerakan Islam yang menjaga kemurnian Islam bukan berarti bahwa kita menjadi orang atau kelompok masyarakat yang berpikir konservatif. Tapi sebaliknya adalah organisasi yang siap untuk menjawab berbagai perubahan, siap menerima komunikasi masyarakat internasional dan dunia di luar sana,” ungkap Hilman.
Selain gerakan pembaharuan, dalam Risalah Islam Berkemajuan (RIB) yang merupakan hasil dari Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta 2022 ini juga ada dua ciri gerakan lain yang melekat pada Muhammadiyah yaitu sebagai gerakan dakwah dan gerakan ilmu.
Advertisement