Konflik Laut Cina Selatan, RRT Pastikan Percepat Konsultasi CoC
Pembahasan Code of Conduct (CoC atau Kode Etik) di Laut Cina Selatan (LCS), antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan ASEAN, sempat terhambat karena adanya pandemi Covid-19.
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berkeinginan untuk adanya percepatan konsultasi pembahasan CoC, seperti yang menjadi keinginan 10 negara ASEAN. Demikian dikatakan Wakil Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Luo Zhaohui.
“Saat ini para pihak terkait terlibat dalam komunikasi yang erat tentang konsultasi CoC. Saya setuju dengan komentar kita yang lain. Kedua belah pihak ingin mempercepat konsultasi semacam itu.
"ASEAN dan RRT siap untuk memilih lagi bahwa kita memiliki kearifan dan kemampuan untuk mengatur situasi di Laut Cina Selatan,” ungkap Luo dalam webinar yang diselenggarakan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memperingati 30 tahun hubungan dialog ASEAN-RRT, Selasa 9 Maret 2021.
Menurut Lou, ASEAN dan RRT sukses berkontribusi dalam menjaga stabilitas di kawasan.
“Selama 30 tahun terakhir kedua belah pihak telah mengelola perbedaan dengan baik, memberikan kontribusi besar bagi perdamaian dan stabilitas kawasan,” tuturnya.
Menurutnya, komitmen untuk menjaga stabilitas di kawasan Laut China Selatan, juga dilakukan kedua pihak bahkan setelah penandatanganan Document of Conduct (Dokumen Perilaku).
“Tiongkok dan negara-negara ASEAN menandatangani DoC pada tahun 2002. Sejak itu, mereka telah bekerja untuk meningkatkan dialog, rasa saling percaya, dan kerja sama untuk membangun Laut Cina Selatan menjadi lautan perdamaian, persahabatan, dan kerja sama,” ucap Lou.
Pada Informal ASEAN Ministerial Meeting (AMM), 24 Juni 2020, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan, terkait LCS Indonesia memandang penting agar ASEAN menyampaikan pesan kepada seluruh pihak berkontribusi dalam perdamaian dan stabilitas LCS.
“Kolaborasi dan kerja sama harus disampaikan bukan rivalitas,” ungkap Retno Marsudi.
Retno menilai untuk dimulai kembali pembahasan mengenai CoC yang diyakini akan berkontribusi dalam terciptanya kondisi di LCS.
“Menyangkut klaim dari negara claimers (penggugat), saya pastikan bahwa Indonesia bukan negara claimers. Dalam hal ini tentunya negoisasi diantara negara climers menjadi kunci.
"Selain itu, Indonesia juga mendorong agar negosiasi CoC yang terhenti karena pandemi juga sudah waktunya dimulai lagi. Karena, kita meyakini bahwa CoC akan berkontirbusi dalam penciptaan kondisi environment di LCS,” jelasnya.
Dikatakan Retno, terkait sembilan garis putus-putus yang selalu diklaim oleh pjihak Tiongkok, penting bagi ASEAN untuk menunjukkan solidaritas mengenai prinsip-prinsip hukum internasional.
“Indonesia sampaikan bahwa ASEAN penting untuk menunjukkan soliditas mengenai penghrmatan prinsip-prinsip internasional termasuk UNCLOS 1982 dan termasuk mekanisme yang diatur dalam PCA,” terang Retno Marsudi.