Konflik Islam Menurut Abduh, Tak Ada Paksaan Sosialisasi Ajaran
Soal dakwah Islam, telah menjadi bagian penting dalam sejarah manusia. "Tuhan tidak memaksakan. Tetapi memberikan contoh melalui kisah-kisah berikut konsekuensi atau akibat yang akan terjadi atau diperoleh. Nabi SAW, dan para nabi yang lain hanya berfungsi menyampaikan (basyiran wa Nadziran)..."
Seiring dengan itu, umat Islam menghadapi konflik-konflik di wilayah politik dan keagamaan. Bagaimana sesungguhnya padangan tokoh Syaikh Muhammad Abduh dari Mesir? Ini catatan penting KH Husein Muhammad (Redaksi).
Konflik dalam Islam sepertinya tak pernah berhenti, sejak dulu hingga hari ini dan entah sampai kapan. Mengapa?.
Al-Ustaz al-Imam Muhammad Abduh, sang pembaru dari Mesir yang amat terkenal, mengatakan :
قال الاستاذ : لم يسمع فى تاريخ المسلمين بقتال وقع بين السلفيين (الآخذين بعقيدة السلف) والاشاعرة والمعتزلة مع شدة التباين بين عقائدهم. نعم, سمع بحروب تعرف بحروب الخوارج كما وقع من القرامطة وغيرهم. وهذه الحروب لم يكن مثيرها الخلاف فى العقائد وانما اشعلتها الآراء السياسية تشبه ان تكون لاجل العقيدة وهى ما وقع بين دولة ايران والحكومة العثمانية والوهابيين. ولكن يتسنى لباحث بادنى نظر ان يعرف انها كانت حروبا سياسية. أما الحروب الداخلية التى حدثت بعد استقرار الخلافة فى بنى العباس واضعفت الامة وفرقت الكلمة فهى حروب منشأها طمع الحكام وفساد اهوائهم. واكبر داء دخل على المسلمين فى هممهم وعقولهم انما دخل عليهم بسبب استلاء الجهلة على حكومتهم. أقول "الجهلة" واريد اهل الخشونة والغطرسة الذين لم يهذبهم الاسلام ولم يكن لعقائدهم تمكن من قلوبهم. (ابن رشد وفلسفته مع نصوص المناظرة بين محمد عبده وفرح انطون, دار الفاربى, بيروت, لبنان, ط الاولى, 1988, ص 17-218)
”Tidak ada informasi yang pasti bahwa telah terjadi perang antara kaum salafi, Asy’ariah dan Mu’tazilah, meski di antara mereka terdapat perbedaan teologis yang tajam. Memang benar kita memperoleh informasi tentang perang yang dikenal dengan “Hurub al Khawarij”, (pemberontakan khawarij), seperti juga peristiwa gerakan ‘Qaramithah” (Karamit) dan lain-lain.
Akan tetapi perang-perang seperti ini tidak dipicu oleh perbedaan teologis, melainkan dikobarkan oleh kepentingan-kepentingan politik dalam rangka penguasaan atas rakyat. Perang antar kaum muslimin juga terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang seakan-akan (tampaknya) berlatarbelakang teologis. Misalnya perang antara Iran dan dinasti Otoman dan kaum Wahabi. Tetapi peneliti yang serius akan mudah menemukan bahwa semua perang tersebut adalah perebutan kekuasaan politik.
Sementara itu, “al-Hurub al-Dakhiliyyah” (perang saudara atau konflik internal) yang terjadi dalam dinasti Abasiah yang kemudian melumpuhkan umat Islam dilatarbelakangi oleh kerakusan para oknum penguasa dan karena hasrat-hasrat para pejabat yang rendah mereka. Akan tetapi penyakit terbesar yang merasuk dalam tubuh, akal dan semangat kaum muslimin adalah masuknya “orang-orang bodoh” dalam pemerintahan. “Al-Jahalah”, (orang-orang bodoh), adalah mereka yang berhati kasar dan sangat arogan. Mereka tidak mengerti Islam yang benar dan keimanan mereka semu dan tak mendalam. (Farah Anton, Ibn Rusyd wa Filsafatuhu, Dar al-Farabi, Beirut, cet. I, 1988, h. 217-218).
Wallahu A'lam bi al Shawab.
Sosialisasi Ajaran: Tak Memaksa
Aku ditanya teman via Whatsapp tentang model ceramah keagamaan sekarang?. Aku bilang :
Aku melihat dan merasakan. Sosialisasi ajaran agama melalui ceramah belakangan ini lebih sering/lebih banyak disampaikan dalam bentuk doktrin: harus begini, dilarang begitu. Atau menjanjikan jaminan surga atau terkabul keinginannya bagi yang menjalankan ini atau itu, atau bagi yang membaca doa ini atau itu sekian kali. Ada juga yang lebih suka mengancam neraka atau hidup sengsara jika tidak begini atau tidak begitu, dengan nada emosional dan intonasi tinggi, sampai urat leher tampak menonjol.
Betapa jarangnya ia disampaikan dalam bentuk deskripsi dan menawarkan jalan (bukan memaksa), dengan ekspresi tenang dan lugu serta dikemas dengan narasi yang bisa diterima nalar sehat. Betapa sering Al Qur'an menggugah nalar pembaca dengan narasi: Lihatlah semesta. Apakah kalian tidak memikirkan, merenungkan dan mengambil pelajaran?. Bukankah demikian?. Dan seterusnya.
Tuhan tidak memaksakan. Tetapi memberikan contoh melalui kisah-kisah berikut konsekuensi atau akibat yang akan terjadi atau diperoleh. Nabi SAW, dan para nabi yang lain hanya berfungsi menyampaikan (basyiran wa Nadziran), sekali lagi, bukan memaksa (mukrih). Aku melihat cara-cara sosialisasi Nabi tentang ajaran Tuhan telah menarik simpati publik.
Tuhan memuji Nabi melalui kata-katanya :
"Maka atas anugerah kasih Allah kamu bersikap lembut terhadap mereka. Andai kamu bersikap keras dan berhati kasar, niscaya mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Lalu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila keputusanmu telah bulat, maka pasrahkanlah segalanya kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang pasrah kepada-Nya".
Ayat ini menarik sekali. Ia seperti menyindir kita : Ajakan dengan santun akan memikat hati. Ajakan dengan kasar menciptakan ketakutan, phobia, bahkan kebencian, hate. (03.09.22/HM)