Konflik Internasional Untungkan Elite Predator, Begini Faktanya
Director of Research Pilar Data Indonesia Research and Consulting, Nino Viartasiwi, mengatakan,
konflik internasional banyak menguntungkan elit predator yang menaruh banyak kepentingan atas terjadinya konflik yang terus diciptakan tersebut.
Contoh konflik di Papua, menurut Niono, disebut sebagai narasi konflik separatisme. Ia menegaskan, memandang Papua tidak bisa dari narasi dan kacamata separatis. Sebab hal itu akan menjadikan masalah yang jauh lebih penting dan jauh lebih besar justru terabaikan.
"Narasi mainstream yang selama ini dibangun tentang Papua adalah isu separatisme. Tapi, sebenarnya di balik isu separatis itu, ada banyak masalah sosial yang lebih besar yang justru menjadikan elit-elit predator mendapatkan keuntungan," ungkap Nino dalam keterangan pers diterima ngopibareng.id, Rabu 13 Maret 2019.
"Narasi mainstream yang selama ini dibangun tentang Papua adalah isu separatisme. Tapi, sebenarnya di balik isu separatis itu, ada banyak masalah sosial yang lebih besar yang justru menjadikan elit-elit predator mendapatkan keuntungan," ungkap Nino
Lebih lanjut, Nino yang hadir diundang Univeristas Muhammadiyah Malang(UMM), menegaskan pentingnya pandangan dan narasi tentang Papua harus diubah. Selama ini, di masa Orde Baru, pendekatan yang dilakukan bersifat militeristik dan itu tidak bisa menyelesaikan persoalan. Sejak masa reformasi, pendekatan terhadap Papua mulai berubah. Dimulai dari diubahnya nama Irian Jaya menjadi Papua dan diberlakukannya otonomi khusus.
"Separatisme memang ada dan penting, tapi masalah sosial yang ada jauh lebih kompleks yang apabila dilihat lebih mendalam, menjadikan isu separatis itu sebenarnya kecil. Karena itu, kita harus melihat isu Papua, beyond (keluar) dari isu separatis," tambahnya.
Namun demikian, persoalan Papua harus terus dikawal dan aktor yang dipandang paling mampu untuk membangun narasi itu adalah civil society atau masyarakat madani. (adi)