Konflik Internal Partai Politik, Empat Faktor Penyebab
Konflik internal partai bukan hal baru, sehingga publik tidak perlu melibatkan diri, tetapi juga tidak boleh bersikap acuh. Anggap saja konflik tersebut sebagai proses anak abege yang sedang belajar menjadi dewasa.
Dua partai besar, Partai Golkar dan PDI- P yang sudah mempunyai pengalaman panjang, mampu menghadapi masalah internal dan eskternal. PDI-P memiliki pemimpin kharismatik trah Soekarno sebagai bapak ideologis dan merupakan pemersatu partai yang sulit tergantikan. Partai Golkar punya segudang teknokrat dan professional sebagai penggerak dan perekat serta sumber daya partai.
Sedang partai yang lahir pasca-Reformasi : Gerindra dan Nasdem, keduanya dipimpin figur yang mempunyai pengaruh kuat secara intelektual dan sumber daya. Sedangkan PKB, PKS dan PAN sejauh ini mampu mengatasi konflik internalnya berkat faktor kekuatan ideologis sebagai perekatnya.
Selebihnya, partai partai kecil lainnya tidak mudah lepas dari masalah internalnya, kecuali mampu menarik pemimpin partai yang memenuhi persyaratan intelektual, kharisma dan kemampuan finansial.
Sedangkan Partai Demokrat (PD) yang sekarang mengalami konflik internal, namun beruntung mempunyai figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tokoh berpengaruh secara nasional. Meskipun tidak secara formal membidani lahirnya partai demokrat, tetapi bukan rahasia lagi ,siapa sesungguhnya arsitek dibalik kelahiran sampai menjadi partai cukup besar dan bahkan pernah menjadi partai nomor satu di Republik ini.
Faktor utama apa yang menjadi penyebab konflik ?.
Ada beberapa faktor:
Pertama: Persaingan kepentingan individu atau kelompok dalam menguasai posisi strategis lebih dipandang sebagai “status sosial” dibanding sbg “ tanggung jawab sosial".
Kedua: Tingkat kematangan menerima realitas kekalahan dalam memperjuangkan gagasan dan kepentingan indvidu atau kelompoknya.
Ketiga: Adanya kecenderungan tdk bisa memilah antara kepentingan strategis dengan taktis. Dalam hal ini kepentingan partai secara keseluruhan ( strategis ) kadang kadang dikalahkan oleh kepentingan individu atau kelompok ( taktis ).
Keempat: Campur tangan dari luar partai.
Kelemahan seperti tersebut di atas dapat dijumpai hampir dalam semua negara yang sedang membangun sistem politiknya ke arah negara demokrasi. Tidak ada obat mujarab untuk mengobatinya, biarkan proses jatuh dan bangunnya setiap partai.
Sepanjang tidak menjurus kearah benturan fisik, konflik internal partai tidak perlu dicemaskan karena merupakan bagian dari proses pendewasaan demokrasi. Netralitas pemerintah merupakan keniscayaan dan menjadi wasit yang adil sesuai dengan mekanisme penyelesaian konflik.
Publik sebaiknya ikut memperhatikan persoalan diatas karena sebagai warga negara berkepentingan terhadap sehatnya demokrasi di negara ini. Anggap merupakan bagian dari kesadaran politik masyarakat.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial-Politik, tinggal di Jakarta.