Konflik Gajah dengan Manusia di Riau Meningkat Dua Kali Lipat
Konflik gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) liar di Provinsi Riau dengan manusia menunjukkan kenaikan dua kali lipat pada tahun ini.
“Dari data saat ini dalam periode yang sama antara Januari sampai akhir Juni 2018 dibanding 2019 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, Suharyono, di Pekanbaru, Sabtu.
Dari data BBKSDA Riau, selama periode Januari-Juni 2018 tercatat ada 16 kasus konflik gajah liar dengan manusia di sejumlah daerah di Riau. Kasus paling tinggi terjadi pada bulan Maret, ada enam kasus yang terjadi di Kabupaten Pelalawan dua kasus, Kampar tiga kasus dan Bengkalis satu kasus.
Sementara itu, pada Januari-Juni 2019 jumlah konflik gajah meningkat karena sudah tercatat ada 30 kasus. Kasus banyak terjadi pada bulan Juni ada sebanyak 10 kasus, yang terjadi di Bengkalis dua kasus dan Kampar dan Kota Pekanbaru masing-masing empat kasus.
Sejak awal tahun ini konflik gajah tergolong tinggi, mulai dari Januari ada empat kasus meningkat jadi lima kasus pada Februari. Bulan Maret mereda jadi hanya satu kasus, dan meningkat lagi pada April dan Mei masing-masing ada empat dan enam kasus.
Kasus yang kini sedang ditangani adalah kawanan 11 ekor gajah sumatera yang bergerak di dekat permukiman dan kebun milik warga di Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau.
Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Dian Indriati menambahkan, pihaknya telah mengerahkan dua ekor gajah latih untuk menghalau kawanan gajah liar tersebut.
“Penggiringan satwa liar gajah yang berjumlah 11 ekor di dusun III Desa Karya Indah dilakukan dengan menggunakan gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah Riau di Minas,” katanya.
Ia mengakui banyak kendala, khususnya dari masyarakat dalam proses penghalauan gajah liar agar kembali ke jalur lintasannya. Hal ini membuat konflik tidak bisa cepat diatasi.
“Tidak semudah yang kita bayangkan karena terkadang kita mendapat kendala. Kita menggiring tapi di sisi lain masyarakat ada yang menghalau tidak mau dilewati kebunnya. Padahal kita sudah menghimbau. Jadi Gajah berputar putar saja tidak tahu harus lewat mana,” katanya. (an/ar)
Advertisement