Kondisi Pasar Blauran Sepi, Pedagang Bertahan Mengais Rezeki
Pandemi Covid-19 berdampak sangat dahsyat para perekonomian masyarakat Indonesia. Hal itu juga dialami para pelaku ekonomi di Surabaya, khususnya pedagang Pasar Blauran, Surabaya.
Meski saat ini sedang menuju endemi, kondisi pasar tersebut masih sepi, terutama pada lantai dua salah satu sentra perdagangan di Surabaya ini. Akibatnya, pendapatan para pedagang pun sangat terdampak.
Salah satu pedagang pigura, Anissa mengatakan, kondisi Pasar Blauran saat ini bisa dikatakan sekarat. Kondisi ini terjadi lantaran banyak pedagang yang menjual kiosnya ketika pandemi Covid-19.
"Dulu ya ramai, tapi saat pandemi banyak yang dijual tokonya. Jadi banyak yang tutup, sekarang di sini bisa dibilang pasar mati, mbak," terangnya saat dijumpai di tokonya, Selasa, 27 September 2022.
Wanita 34 tahun ini mengaku pilih bertahan karena masih punya banyak pelanggan yang bisa ia jadikan sumber penghasilan.
"Kalau yang datang beli gitu jarang, kecuali musiman, seperti musim wisuda dan musim nikah. Kalau sehari-hari ya mengandalkan langganan, ditelateni aja mbak," terang ibu empat anak ini.
Dari pantauan Ngopibareng.id, lantai satu pasar yang berdampingan dengan mal BG Juntion ini masih banyak orang berlalu lalang, tapi rata-rata dari mereka hanya membeli kue-kue yang dijajakan di sana.
Kondisi lorong-lorong pasar pun tampak sangat sepi, orang yang melintas pun bisa dihitung dengan jari. Sementara pada lantai dua pasar Blauran yang dihuni para penjual sepatu, sandal, hingga baju seragam hampir tidak orang yang melintas. Hanya ada para pedagang yang saling mengobrol sambil menjaga dagangannya.
Moch Saleh, salah satu pedagang sepatu dan sandal di lantai dua mengakui kondisi ini terjadi sejak pandemi Covid-19 hingga sekarang.
"Ya gini ini, orang yang lewat saja jarang, apalagi orang yang beli," ungkap pria berusia 61 tahun ini.
Ia mengaku, penjualannya dalam sehari tak menentu. Pasalnya, tak jarang hanya laku satu pasang saja atau bahkan tak laku sama sekali.
"Kadang laku, kadang tidak laku. Kadang kalau musim sekolah seperti kemarin ya lumayan banyak yang cari sepatu," ungkap Saleh yang sudah berjualan di Pasar Blauran sejak kecil.
Meski demikian, ia tetap bersemangat membuka tokonya setiap hari, dengan harapan rezeki tetap datang. "Karena kalau sudah ditentukan sama Tuhan itu jadi rezeki saya, ya akan saya dapatkan," jelasnya.
Soal banyaknya para pedagang yang kini beralih ke online, Saleh enggan mengikuti tren tersebut. Pasalnya, menjual sepatu dan sandal dengan cara online merepotkan bagi dirinya. Sebab, sepatu dan sandal berkaitan dengan ukuran kaki setiap orang yang berbeda.
"Kalau jual begini sulit di online, nanti ada tidak cocoknya, balik lagi. Kalau ini, menurut saya harus dicoba langsung biar pas," ujar Saleh menjelaskan alasannya.
Meski kondisi pasar sepi, ia tetap bersyukur lantaran pihak PD pasar tidak terlalu menekan pedagang terkait uang retribusi.
Advertisement