Komnas HAM Ungkap Penembakan Kerusuhan 22 Mei Bukan Polisi
Komnas HAM merilis hasil investigasi aksi kerusuhan pada 21-23 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu yang berakibat 10 orang meninggal dunia akibat penembakan.
Berdasarkan temuan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF), Komnas HAM menyebut penembakan dalam demo ricuh itu bukan dilakukan kepolisian.
"Pada peristiwa Mei kami sudah memeriksa kepolisian. Kepolisian juga sudah uji balistik itu memang tidak ditemukan sisa selongsong dan juga tidak ada senjata yang digunakan untuk peluru tajam itu. Jadi, memang kami menyimpulkan korban meninggal karena peluru tajam itu bukan oleh aparat kepolisian," ujar Wakil Ketua TPF, Beka Ulung Hapsara, seperti dikutip detik, Senin, 28 Oktober 2019.
Beka Ulung menyebut hasil pemeriksaan terhadap kepolisian, tak ada senjata yang dibawa oleh aparat yang bertugas mengamankan demo. Beka menilai ada aktor lain dalam peristiwa 22 Mei tersebut.
"Investigasi kami begini, kami memanggil Irwasum, Kadivkum, Puslabfor, Kapolres Jakbar, Jaktim, Jakpus sampai komandan satuan kepolisian yang saat itu bertugas," katanya.
Aktor tersebut, kata Beka Ulung, merupakan kelompok yang sudah terorganisir. Dalam rekonstruksi yang sudah dilakukan, pola yang digunakan untuk melakukan penembakan mirip dengan peristiwa lainnya.
"Fakta ada korban yang tertembak bisa dari samping. Ini hasil rekonstruksi kami di lapangan antara kelompok massa dan polisi, ternyata korbannya itu (tertembak) dari samping. Sementara polisi ada di depan," katanya.
Menurut Beka, kedua pola peristiwa yang ada hampir sama antara korban 2 dengan yang lain. Saya kira itu membuktikan bahwa mereka terorganisir," katanya.
Terkait uji forensik yang dilakukan polisi terhadap korban, Beka Ulung mengaku Komnas HAM dilibatkan juga. "Iya kami diminta untuk menyaksikan prosesnya segala macam," katanya.
Advertisement