Komnas HAM: Dua Tewas Kerusuhan Mei, karena Peluru Tajam
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut 2 korban tewas akibat kerusuhan 22 Mei 2019 tertembak peluru tajam. Hal itu dinyatakan Taufan berdasarkan data kepolisian.
"Saya kira hampir bisa kita pastikan dari peluru tajam, apalagi yang dua (tewas) ditemukan peluru tajam," kata Taufan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 13 Juni 2019 seperti dikutip dari detik.com
Oleh karena itu, dia mendesak kepolisian segera mengusut adanya dugaan penggunaan peluru tajam dalam aksi 22 Mei. Taufan meminta polisi mengungkap siapa yang menggunakan peluru tajam.
"Harus dicari siapa yang menembakkan peluru tajam itu. Karena memang betul dari 8 yang meninggal tertembak itu, 4 diautopsi dan hanya 2 didapati pelurunya. Saya kira semua bisa meyakini bahwa itu pasti karena peluru tajam," ujar dia.
Taufan mengatakan data kepolisian itu sesuai dengan penelusuran yang dilakukan Komnas HAM. Menurutnya, apabila korban hanya tertembak peluru karet, seharusnya kericuhan tak menimbulkan korban jiwa.
"Karena beberapa korban peluru karet, kita lihat pelurunya hanya nempel di situ (pundak), tidak sampai membahayakan, jadi berbeda dengan korban yang meninggal," ucap Taufan.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya memang telah mengeluarkan pernyataan terkait korban tewas dalam rusuh dini hari pada 22 Mei. Namun Tito meminta masyarakat tidak langsung menarik kesimpulan mereka merupakan korban aparat.
"Saya mendapatkan laporan dari Kabiddokes, ada 6 orang meninggal dunia. Informasinya, ada yang kena luka tembak, ada yang kena senjata tumpul," ujar Tito dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Rabu 22 Mei.
Tito juga mengingatkan masyarakat soal adanya penyelundupan senjata ilegal untuk aksi 22 Mei ini. Dia bahkan menunjukkan senapan serbu M4 yang disita dari pelaku penyelundupan senjata ilegal.
"Harus kita clear-kan, di mana dan apa sebabnya. Tapi jangan langsung apriori," tutur Tito.
"Karena kita menemukan barang-barang seperti ini (sambil menunjuk senapan M4). Ini di luar tangan TNI dan Polri. Apalagi memang ada upaya untuk memprovokasi itu sehingga membangun kemarahan publik," sambungnya.