Komitmen Guru Penggerak Tingkatkan Mutu Pendidikan Nasional
Kemendikbudristek gencar menggalakkan Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP). Guru penggerak diharapkan menjadi ujung tombak peningkatan mutu dan pembaharuan sistem pendidikan nasional
Ngopibareng.id bersama Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jendral Kemendikbudristek, berkesempatan menemui beberapa guru dan sekolah penggerak di Solo dan Klaten Jawa Tengah selama tiga hari, 12-14 Juli 2022.
Para guru penggerak itu antara lain di SMA Negeri 3 Surakarta, TK Islam Al Firdaus Solo, dan SD Islam Terpadu Ngawen Klaten. Guru yang mengikuti PPGP Kemendikbudristek ini rata-rata mempunyai nilai tinggi. Bahkan, guru PPGP sering diundang sebagai nara sumber diskusi untuk peningkatan mutu pendidikan, selain kesibukan mengembangkan karakter anak didik di sekolahnya sendiri.
Fasilitas istimewa guru PPGP berupa tiket untuk menjadi kepala sekolah. Mendikbud mewacanakan lulus PPGP akan menjadi salah satu syarat menjadi kepala sekolah.
Hadapi Bermacam Tantangan
Mengikuti PPGP tak mudah. Terdapat beragam tantangan yang harus dihadapi, seperti yang diungkapkan oleh beberapa guru penggerak saat ditemui Ngopibareng.id. Guru PPGP harus menyesuaikan paradigma pembelajaran yang baru dengan yang sebelumnya telah tertanam lama, sampai persoalan zona nyaman.
Aris Supriadi, salah satu guru SD Islam Terpadu Hidayah dari Ngawen, Klaten, mengikuti pelatihan PPGP selama sembilan bulan. Aris merupakan anggota PPGP angkatan ketiga. Sebagaimana diketahui, hingga Mei 2022, PPGP telah memasuki angkatan kelima. Sejauh ini, sekitar 5.500 guru telah dinyatakan lulus sebagai guru penggerak.
Aris menuturkan, selama pelatihan, ia kerap diajarkan metode pengajaran yang berorientasi kepada kebutuhan siswa. “Beberapa materi yang diajarkan adalah metode pembelajaran terdiferensiasi dan sosial emosi,” katanya.
Metode pembelajaran terdiferensiasi adalah pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak. Dalam metode ini, siswa diandaikan memiliki tiga kecenderungan dalam menyerap informasi atau pelajaran, yakni siswa bertipe visual. Di mana mereka lebih terbiasa menerima pelajaran dengan cara membaca atau melihat. Kemudian tipe audio yang lebih besar menerima informasi melalui pendengaran. Dan terakhir, tipe motorik, yakni yang lebih bisa mencerna informasi dengan berkegiatan di luar ruangan.
Tantangan lebih lanjut yang perlu dipecahkan oleh guru adalah mengenali perbedaan-perbedaan karakter siswa itu. Sementara situasi kelas tidaklah diisi oleh karakter siswa yang homogen. Tetapi, justru terdapat beragam karakter siswa di dalamnya.
“Jadi, gaya pembelajaran perlu disajikan dengan cara audio, visual dan motorik,” tutur Aris.
Sementara metode pengajaran sosial emosi lebih menyasar kepada suasana hati siswa dalam pembelajaran. Aris menuturkan, terdapat beragam situasi dari siswa-siswa yang berangkat ke sekolah dari rumahnya masing-masing. Perbedaan situasi tersebut bisa berpengaruh ke suasana hati siswa saat masuk kelas.
Persoalannya, saat siswa mengalami suasana hati yang tidak baik, maka informasi apa pun yang masuk sulit terserap. “Jadi, yang perlu dilakukan adalah bagaimana menyetarakan berbagai macam emosi yang ada tersebut ketika siswa sudah berada di dalam sekolah. Bisa dilakukan, misalnya, dengan melakukan permainan sebelum masuk ke pelajaran,” tuturnya.
Aris mengaku, masih perlu banyak penyesuaian dengan paradigma-paradigma yang diajarkan dalam Guru Penggerak. Ia sendiri telah bergabung ke dalam paguyuban alumni Guru Penggerak di Klaten sebagai cara untuk bertukar pikiran dengan sesama guru penggerak.
Sumber Informasi Guru
Anggota PPGP diharuskan menjadi sumber informasi bagi guru-guru lain yang tidak ikut program tersebut. Aris menyebutkan, kendala lain terkait hal ini adalah menyesuaikan waktu dengan kesibukan guru. Hal tersebut kerap kali membuat penyampaian informasi mengenai paradigma pembelajaran berorientasi kebutuhan siswa tersebut tidak tuntas.
Mengubah Kebiasaan Lama
Iin Sulistianingsih, anggota PPGP dari TK Al Firdaus, Surakarta, memiliki pandangan lain tentang tantangan bagi guru untuk mengubah paradigma pengajarannya sesuai dengan Program Guru Penggerak. Tantangan itu terkait zona nyaman guru.
Mengubah kebiasaan pengajaran memerlukan usaha lebih lagi dari rutinitas yang sudah ada selama ini. Terlebih, ada tiga modul pengajaran yang menjadi panduan dalam PPGP. Mempelajari modul tersebut dikatakannya memerlukan usaha yang lebih di tengah-tengah kesibukan guru.
Karier guru penggerak
Meski terdapat beragam tantangan yang harus dihadapi oleh anggota Guru Penggerak, namun pemerintah telah menyiapkan jalur karier bagi mereka. Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.
Peraturan ini menegaskan bahwa jalur kepemimpinan pendidikan ke depan adalah dari jalur guru penggerak. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Iwan Syahril mengatakan, pemerintah berupaya untuk mengubah paradigma kepemimpinan pendidikan Indonesia, dari paradigma kepemimpinan yang berfokus kepada administrasi pendidikan menjadi paradigma kepemimpinan yang berfokus kepada pembelajaran murid.
“Melalui program ini, ke depan kita berharap lahir generasi baru kepemimpinan pendidikan Indonesia,” tuturnya.
Di TK Al Firdaus tempatnya mengajar sejak dini telah diperkenalkan dengan kearifan lokal dengan mengenali bahasa ibu, beragam batik serta kesenian tradisional. Kehebatan siswa TK Al Firdas, sempat diperagakan ketika rombongan Kemendikbud tiba di TK Al Firdaus.
SMAN 3 Surakarta merupakan sekolah yang ditetapkan Kemendikbusristek dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu sekolah penggerak. Oleh karena itu sekolah ini sangat menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada kebutuhan siswa.
“Satuan pendidikan kami kerap menggunakan asesmen diagnostik dalam mendapatkan pemetaan tentang kebutuhan belajar siswa,” kata Penanggung Jawab Guru Penggerak dari SMAN 3 Surakarta, Eni Nursanti.
Menurut Eni, dengan bertopang kepada asesmen diagnostik di SMAN 3 Surakarta bisa memperoleh dua kelas unggulan yang dapat meluluskan siswa hanya dalam waktu dua tahun atau empat semester.
Program PPGP
Berdasarkan data Kemendikbudristek, sampai 2021, program Pendidikan Guru Penggerak telah mendidik lebih dari 24.000 ribu guru dalam lima angkatan. Angkatan pertama menjalani pendidikan sejak Oktober 2020 sampai dengan Juli 2021. Sedangkan angkatan kedua mulai menjalani pendidikan sejak April 2021 dan berakhir pada Januari 2022.
Angkatan ketiga calon Guru Penggerak telah menjalani pendidikan sejak Agustus 2021, angkatan keempat pada Oktober 2021, dan angkatan kelima mulai menjalani pendidikan pada Mei 2022. Hingga saat ini, sekitar 5.500 guru yang telah lulus sebagai guru penggerak.
Hingga 2021, sekolah penggerak yang telah terealisasi 2.500 Sekolah Penggerak di 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota. Diharapkan jumlah ini akan terus meningkat di masa mendatang.
Program Sekolah dan Guru Penggerak menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada kebutuhan siswa. Untuk mendapatkan pemetaan tentang kebutuhan belajar siswa, satuan pendidikan kerap menggunakan asesmen diagnostik.
Penanggung Jawab Guru Penggerak dari SMAN 3 Surakarta, Eni Nursanti, mengatakan pihaknya mengandalkan asesmen diagnostik untuk mencari tahu kebutuhan siswa. Dengan bertopang kepada asesmen diagnostik, katanya, bisa muncul dua kelas unggulan yang bisa lulus dalam waktu dua tahun atau empat semester.