Kominfo Putus Akses Ribuan Hoaks terkait COVID-19 dan Vaksinasi
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi mengungkapkan catatan Kantor Berita Aljazeera terkait Hoaks COVID-19. Pada bulan April 2020, lebih dari 700 orang di Iran meninggal dunia dan sekitar 90 orang kehilangan kemampuan melihat akibat keracunan alkohol dikarenakan termakan berita bohong yang menyatakan mengonsumsi alkohol dapat menyembuhkan COVID-19.
"Hal ini juga terjadi di Indonesia sendiri, kita juga kerap mendengar kabar duka hilangnya nyawa seseorang yang terkena COVID-19 karena percaya bahwa COVID-19 itu tidak nyata, hanya flu biasa bahkan ada yang menganggap Covid-19 sebagai konspirasi elit global," ujarnya saat memaparkan kondisi penanganan hoaks COVID-19 beserta langkah yang dapat dilakukan untuk menangkal hoaks.
Dedy memaparkan, pihaknya menemukan sebanyak 1991 hoaks pada 5131 unggahan media sosial dengan persebaran terbanyak pada Facebook sejumlah 4432 unggahan. Ini tercatat sejak Januari 2020 sampai dengan 18 November 2021.
"Pemutusan akses telah dilakukan terhadap 5004 unggahan dan 127 unggahan lainnya sedang ditindaklanjuti," katanya.
Kemudian terkait hoaks vaksinasi COVID-19, terdapat sebanyak 390 isu pada 2425 unggahan media sosial dengan persebaran terbanyak pada Facebook sejumlah 2233. Pemutusan akses telah dilakukan Kominfo terhadap 2425 unggahan tersebut.
Adapun terkait Hoaks PPKM, Kominfo menemukan sebanyak 48 isu pada 1167 unggahan media sosial dengan persebaran terbanyak pada Facebook sejumlah 1149.
"Pemutusan akses dilakukan terhadap 1003 unggahan dan 164 unggahan lainnya sedang ditindaklanjuti," ujar Dedy yang juga Staf Khusus Menteri Bidang Digital dan SDM.
Sementara, perbandingan jumlah persebaran isu hoaks pekan ini dan sebelumnya, dari tanggal 4 November sampai 11 November 2021, kata Dedy, selama pekan ini tidak terdapat peningkatan isu hoaks dan terdapat penurunan angka sebaran konten hoaks di sosial media.
Untuk isu hoaks COVID-19, di pekan ini terdapat penambahan sejumlah 8 isu dan 32 unggahan hoaks. Di pekan sebelumnya, pertambahan isu COVID-19 adalah sebanyak 12 isu dan 34 unggahan hoaks.
"Untuk isu Hoaks Vaksinasi COVID-19, di minggu ini terdapat penambahan sejumlah 8 isu dan 27 unggahan hoaks. Di pekan sebelumnya, pertambahan isu vaksinasi COVID-19 adalah sebanyak 8 isu dan 32 unggahan hoaks," ujarnya.
Adapun untuk isu hoaks PPKM, di pekan ini tidak terdapat pertambahan, namun terdapat pertambahan isu sebanyak 27 unggahan hoaks. Di pekan sebelumnya, tidak ada pertambahan isu PPKM namun terdapat pertambahan konten sebanyak 30 unggahan hoaks.
Masih menurut Dedy, dari total 16 isu konten hoaks yang bertambah sejak tanggal 11 November 2021 sampai 18 November 2021, ada beberapa yang perlu ditangkal bersama.
Pertama, pada 12 November 2021, tersebar disinformasi mengenai poster iklan covid-19 yang mengajak para orang tua untuk menyumbangkan organ anak-anak mereka. Padahal gambar tersebut merupakan hasil alterasi dan tidak benar sama sekali.
Kedua, pada tanggal yang sama, tersebar berita palsu tentang negara Jepang yang memutuskan untuk menghentikan program vaksinasi COVID-19 dan lebih memilih ivermectin yang dapat menghentikan penyakit COVID-19 dalam waktu semalam.
Ketiga, pada 13 November 2021, telah beredar hoaks mengenai unggahan di media sosial Facebook yang mengklaim orang yang disuntik vaksin cenderung mengalami perubahan mental dan fisik.
Keempat, pada tanggal yang sama juga, muncul hoaks berupa narasi video yang beredar di sosial media berupa potongan video berbahasa asing yang mengklaim bahwa Tes swab COVID-19 adalah vaksinasi yang terselubung.
Kelima, pada 16 November 2021, beredar sebuah informasi tidak benar yang menyatakan bahwa istri CEO Pfizer, salah satu perusahaan manufaktur vaksin Covid-19 meninggal dunia akibat komplikasi vaksin.
Dalam kesempatan itu, Dedy mengingatkan pandemi masih ada. Virus pun masih mengintai.
"Namun, dengan menghentikan persebaran hoaks COVID-19, melakukan literasi digital, semangat melakukan vaksinasi, serta taat protokol kesehatan, bersama kita mampu dalam menekan risiko persebaran COVID-19," ujarnya.