Komersialisasi Wisuda, Pengamat: Saya Khawatir Menko Muhadjir Keseleo Lidah
Pengamat pendidikan mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy tentang komersialisasi acara wisuda, serius atau main-main. Muhadjir dikhawatirkan lupa posisi dirinya sebagai menteri, yang membuat kebijakan, bukan sebagai rektor.
"Saya khawatir kalau Pak Muhadjir ini keseleo lidah, atau sekadar bercanda," kata salah seorang pengamat pendidikan Indra Charismiadji kepada ngopibareng.id Rabu 3 Juli 2024.
Menurut Indra ia sering mendampingi Muhadjir, terkadang sulit dibedakan antara serius dan bercanda. "Saya khawatir Pak Muhadjir ini berkelakar, apa masih terbayang sebagai rektor, bukan menteri pembuat kebijakan," kata Indra. Kalau Pak Muhadjir menempatkan diri sebagai menteri tidak akan mengeluarkan pernyataan seperti itu, dalam rapat dengar pendapat dengan DPR.
Ngopibaren.id sudah mencoba konfirmasi dengan Dirjen DiktiRistek Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi, terkait pernyataan tersebut melalui Whatsapp, tetapi belum dijawab.
Namun di lapangan, wisudawan mengakui, jika momen upacara wisuda menjadi ladang untuk mencari uang. Dari menyewa toga, penjualan undangan, biaya foto wisuda yang seluruhnya bisa mencapai Rp 7, 5 hingga Rp 10 juta. "Meski berat, kami harus membayarnya. Daripada tidak ikut wisuda bersama teman yang lain," ujar Grecia, salah seorang wisudawan perguruan tinggi swasta di Jakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, Muhadjir Effendy mengatakan, momen wisuda seharusnya dijadikan momen bagi pihak kampus untuk mencari uang dari mahasiswa. Hal tersebut disampaikan dalam rapat antara Komisi X DPR dan para mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
"Sebetulnya untuk swasta biasanya itu momen-momen untuk bisa mengenai biaya tinggi. Misalnya wisuda itu tarik yang tinggi, karena enggak ada orang akan protes walaupun mahal. Karena waktu saat gembira anaknya mau wisuda, bayar berapa pun dikasih," ujar Muhadjir yang juga mantan Mendikbud itu.
Muhadjir menyampaikan, kalau perlu, keluarga dari mahasiswa yang akan wisuda datang sebanyak-banyaknya. "Kalau perlu biar satu truk keluarganya akan datang enggak apa-apa, tapi harus beli undangan. Beli undangan, dibayar, datang. Itu kan orang senang diminta apa pun pasti mau," lanjutnya.
Muhadjir juga menyinggung perihal PTN yang seharusnya bisa mandiri dalam hal pembiayaan. Dia menyebut, seharusnya PTN bisa menggerakkan lembaga pencari dananya untuk mencari uang. "Jadi memang menurut saya PTN kita itu memang tax spender boy. Jadi sudah biasa belanja, tidak biasa cari uang. Jadi harus ada perubahan karakter. Ajarilah mereka ini untuk cari duit, bukan untuk buang duit," kata Muhadjir.
"Dan ini memang tidak mudah. Saya berani ngomong gini kan saya pernah jadi rektor. Kalau saya harus cari, kalau enggak cari (uang) dulu, enggak mungkin belanja kan. Jadi sebetulnya perguruan tinggi itu kalau sudah ada kemampuan perubahan sikap mental untuk menjadi pencari uang, bukan pembelanja, itu enggak ada masalah," kata eks Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Catatan redaksi: berita ini mengalami koreksi pada Rabu 3 Juli 2024, pukul 15.33 WIB. Redaksi memohon maaf.