Kombinasi Sipil-Militer Masih Dibutuhkan Dalam Pilpres 2024
Untuk memperkuat konsep Civilian Order dalam konteks Pembangunan politik demokrasi yang ideal bagi Indonesia masih membutuhkan kombinasi Sipil-Militer yang terkelola secara harmonis. Demikian dikstakan Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR) Fathorrahman Fadli di Jakarta.
"Pasangan sipil-militer pada Pilpres 2024 itu masih menjadi kebutuhan objektif Bangsa Indonesia, jika tidak maka arah politik bangsa ini berpotensi kacau seperti sekarang," jelas Fathorrahman Fadli dalam keterangan, Senin (17 april 2023).
Fathorrahman Fadli menegaskan, pentingnya kehadiran tokoh berlatar belakang militer dibutuhkan dalam konteks membangun sinergitas kekuatan bangsa antara kekuatan Sipil yang demokratis dan keterampilan teknis kemiliteran dalam menjaga kedaulatan negara.
"Civilian order itu penting, dalam membangun negara. Namun kehadiran tokoh militer yang sangat terlatih dalam membina teritorial juga dibutuhkan untuk memperkuat pemerintahan sipil," jelas Fathorrahman Fadli yang pernah menulis tesis mengenai Hubungan Sipil Militer tersebut.
Survei Popularitas
Alumnus Universitas Indonesia itu menegaskan, selama ini pasangan Pilpres 2024 masih terpaku pada survei popularitas dan elektabilitas tanpa mempertimbangkan secara kualitatif pasangan calon tersebut dalam mengelola Bangsa Indonesia yang dikenal sangat majemuk.
Selama dua periode yakni 2014-2019 dan 2019-2024 dimana presiden dan wakil presidennya berasal dari kalangan sipil telah membawa bangsa Indonesia ke dalam perpecahan yang sangat laten.
Kepemimpinan sipil yang tidak memiliki Wawasan Nusantara yang baik terbukti telah membawa bangsa ini tidak sensitif pada pentingnya kedaulatan negara.
"Wawasan Nusantara itu sangat penting dimiliki oleh seorang presiden dan wakil presiden, masalah tersebut sepanjang 2 periode sangat terabaikan. Hal itu harus menjadi perhatian seluruh bangsa terutama elit politik," tegas Fathorrahman Fadli mengingatkan.
Jika seorang presiden tidak peka dalam melihat Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan (ATHG) atas negara, maka Indonesia akan berpotensi bubar sebagai bangsa yang berdaulat.
Hal itu, tambah pria yang akrab dipanggil Fatur, ini tanda-tandanya sudah nampak selama kepemimpinan sipil-sipil selama dua periode.
"Silakan saja para pemimpin partai politik berdialog mencari sosok pasangan sipil-militer yang dipandang tepat demi kepentingan bangsa dan negara," jelasnya.
Fathorrahman Fadli mengingatkan agar elit partai politik tidak lagi hanya mementingkan kelompoknya tanpa memprioritaskan kepentingan kita sebagai bangsa.
"Selama ini saya lihat, partai-partai tersebut terjebak pada kepentingan politik mereka masing-masing. Fenomena itu tentu sangat menyedihkan kita sebagai anak bangsa," tegasnya.