Komandan Pusterad Kagumi Toleransi Kampung Pancasila Banyuwangi
Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi memiliki toleransi yang tinggi. Desa ini bahkan sudah menerima predikat sebagai Kampung Pancasila. Pemeluk empat agama hidup berdampingan penuh toleransi dan harmoni.
Kehidupan penuh toleransi di Kampung Pancasila Desa Patoman ini menarik perhatian Komandan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Pusterad) Letjen TNI Teguh Muji Angkasa. Tentara berpangkat 3 bintang ini datang untuk melihat langsung betapa rukunnya warga Desa Patoman meski berbeda agama dan budaya.
Dalam kunjungan ini, Jenderal Bintang tiga ini didampingi Dandim 0825 Banyuwangi Letkol Kav Eko Julianto Ramadan, dan sejumlah pejabat utama Korem Malang dan Kodam V Brawijaya.
“Saya berkesempatan melihat langsung bagaimana budaya, kearifan lokal yang ada di Banyuwangi,” jelasnya saat mengunjungi Kampung Pancasila Desa Patoman, Kamis, 27 Agustus 2022.
Dijelaskannya, Kampung Pancasila ini berkaitan erat dengan fungsi dan tugasnya sebagai Komandan Pusterad. Sebab pembinaan teritorial menjadi ruh dari TNI AD. Sehingga dirinya punya kepentingan untuk berkunjung dan melihat langsung bagaimana kearifan lokal yang ada di Banyuwangi.
“Toleransi, harmonisasi budaya, adat, agama di Banyuwangi ini sangat luar biasa. Sehingga pantas dan layak di sini disebut sebagai Kampung Pancasila,” tegasnya.
Kerukunan dan keberagaman di tempat ini memang tampak jelas. Saat Komandan Pusterad tiba, rombongan disambut dengan tari Gandrung. Selanjutnya saat berjalan menuju lokasi, rombongan dihibur dengan lantunan rebana. Beberapa meter dari lokasi acara, mereka disambut dengan musik khas Bali.
Letjen Teguh Muji Angkasa menyebut, Desa Patoman layak disebut sebagai Kampung Pancasila karena hanya Pancasila yang mampu menyatukan bangsa dan Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, adat, dan ras.
“Ideologi Pancasila menjadi satu-satunya perekat budaya bangsa Indonesia,” tegasnya.
Kampung Pancasila Desa Patoman ini, lanjutnya, bisa menjadi model untuk keberagaman agama, untuk harmonisasi yang bisa di contoh oleh kampung lain, desa lain atau wilayah lain yang ada di seluruh Indonesia. Sebab, menurutnya harmonisasi dan toleransi di tempat ini sudah begitu mengakar.
Dia berpesan agar apa yang ada di sini bisa dipertahankan. Khususnya bagi generasi muda. Jangan sampai keharmonisan ini hanya putus. Toleransi beragama, toleransi budaya yang ada di Desa Patoman bisa terpelihara sampai selamanya.
“Dan nantinya bisa menjadi contoh bangsa Indonesia untuk menyatu dengan tidak membeda-bedakan tetapi perbedaan itu harus bisa menyatukan semuanya,” ujarnya.
Kepala Desa Patoman, Suwito menyebut, asal-usul nama Desa Patoman berasal dari kata pertemuan. Dulunya tempat itu menjadi tempat pertemuan untuk urusan kerukunan. Sehingga akhirnya tempat itu disebut sebagai Patoman.
Dia menyebut, kerukunan di Patoman ini sudah terbentuk secara alami. Bukan dibuat-buat. Menurutnya, di Desa Patoman ada pemeluk agama Hindu, Budha, Kristen dan juga Islam. Semuanya hidup berdampingan dan rukun.
“Pura banyak, Masjid dan Musala banyak. Satu dengan yang lain tidak pernah ada gesekan. Kita terapkan betul nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Banyuwangi, Mujiono, menyatakan, Pemkab Banyuwangi akan mendukung apa sudah dilakukan selama ini. Pemkab juga berkomitmen menjaga kekondusifan wilayah dengan merajut harmoni.
“Di sini beraneka ragam seni, budaya, dan agama. Pemerintah daerah tetap harus mempertahankan kearifan lokalnya dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa untuk merajut harmoni dan menjaga NKRI,” tegasnya.
Advertisement