KMSS Laporkan Kepala Dinas Pendikbud Sidoarjo ke Kejati Jatim, Kasus Pengadaan Tanah SMKN Prambon
Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo (KMSS) laporkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Laporan tersebut terkait dugaan korupsi dalam pengadaan tanah untuk SMKN Prambon, Kabupaten Sidoarjo, yang tidak sesuai prosedur dan regulasi yang berlaku.
Maygi Angga, Ketua KMSS mengatakan laporan tersebut dilakukan setelah sebelumnya pihak KMSS melaporkan perkara yang sama ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 27 Agustus 2024 lalu. KMSS menemukan indikasi bahwa proses jual beli tanah untuk pembangunan SMKN Prambon tidak mengikuti prosedur dan regulasi yang berlaku.
Pengadaan tanah seluas 21.106 meter persegi itu harusnya melalui sejumlah tahapan yang ketat, mengingat penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, proses tersebut diduga tidak berjalan sesuai prosedur.
“Kami sudah ke Kejati Jatim melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo. Kami menemukan adanya kerugian negara kurang lebih 13 M,” ujar Angga, Rabu 13 November 2024.
Angga didampingi kuasa hukumnya, Defirmasi Law Firm Eko Prastian melaporkan perkara itu dengan nomor berkas pelaporan 24.011/L.P/DLF/XI/2024. Selain Kadis Pendikbud, ada beberapa pihak yang ikut dilaporkan, mereka diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah itu.
Eko Prastian mengatakan, ada 3 orang yang diduga terlibat perkara tersebut. Mereka adalah pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berinisial TA, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo berinisial K, dan seorang pengusaha berinisial SAS.
“Peran SAS membeli tanah dari petani Gogol setempat dengan harga sangat murah kemudian menjualnya kembali kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Eko melanjutkan, SAS membeli tanah tersebut pada tahun 2023 seharga Rp 581.491 per meter persegi, dengan total nilai Rp 12,27 miliar. Oleh SAS tanah itu dijual kembali kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dengan harga Rp 1.208.500 per meter persegi, dengan total Rp 25,49 miliar.
"Untuk pengadaan lahan fasilitas umum seperti SMKN Prambon, negara seharusnya hanya membutuhkan anggaran sekitar 12 hingga 15 miliar. Namun, dengan adanya oknum-oknum ini, negara mengalami kerugian signifikan," imbuhnya.
Menurut Eko, dugaan tindak pidana korupsi ini semakin kuat karena proses pengadaan lahan tersebut diduga tidak memiliki perencanaan dan penetapan lokasi yang jelas. Harusnya ada Penetapan Lokasi (Panlok) yang transparan dan diketahui masyarakat.
“Lebih parahnya lagi, Dinas Pendidikan Sidoarjo diduga tidak menggunakan tim appraisal tanah, sehingga transaksi jual-beli dilakukan secara umum tanpa mekanisme yang sesuai," beber Eko.
Terkait dengan keterlibatan oknum anggota DPRD berinisial K, Eko menyatakan bahwa K diduga berperan sebagai makelar tanah dalam kasus ini.
"Sampai saat ini, rencana pembangunan SMKN Prambon belum terealisasi, dan legalitas tanah tersebut masih diragukan karena ada indikasi sengketa dengan pihak lain," pungkas Eko.