Ambil Paksa Jenazah Covid-19 Ancaman Hukuman 5 Tahun Penjara
Klaster jenazah yang disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat, Letnan Jenderal TNI Doni Monardo, menjadi ancaman baru yang nyata dalam penambahan kasus virus corona atau Covid-19 di Jawa Timur. Untuk itu, Kepolisian Daerah Jatim menegaskan akan menindak warga yang melanggar protokol pemulasaraan Covid-19.
Klaster jenazah ini terjadi peningkatan yang masif karena banyak warga yang nekat melanggar protokol pemulasaraan jenazah Covid-19. Bahkan, tak sedikit kasus penjemputan paksa jenazah Covid-19.
Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko memaparkan, siapapun yang menjemput paksa jenazah, terancam pasal berlapis dengan ancaman hukuman yang cukup berat di atas lima tahun penjara.
"Jadi pasal yang kita jeratkan itu adalah Pasal 212, 214, dan 216. Ini nanti masih ada Undang-Undang (UU) Karantina Kesehatan dan UU Wabah Penyakit Menular. Ini ancaman hukumannya bisa lebih dari 5 tahun penjara,” kata Trunoyudo ketika ditemui di sela rapat Koordinasi Kesiapan Pilkada Serentak 2020 di Hotel JW Marriot, Surabaya, Jumat 26 Juni 2020 siang.
Sementara itu, terkait prosedur penegakan hukum apabila pelaku penjemputan paksa jenazah Covid-19 yang hasil rapid test atau swabnya reaktif. Trunoyudo mengatakan proses hukum akan terus berjalan, dengan catatan menunggu pelaku menjalani masa penyembuhannya terlebih dahulu.
"Proses penegakan hukum tetap harus dilakukan secara humanis dan solutif. Seperti yang mereka lakukan, kita tetap humanis, jika butuh perawatan medis kita rawat, terus treatment yang dilakukan kita treatment melalui RS Bhayangkara atau RS rujukan. Terakhir, masalah penegakan hukum, proses penegakan hukum ini juga kita lakukan untuk memberikan suatu efek jera baik bagi pelaku sendiri, keluarganya, atau bagi orang lain," terang Trunoyudo.
Dari kasus ini, Kapolda Jatim, Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Fadil Imran dan Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Widodo Iryansah telah turun langsung ke beberapa daerah bertemu dengan tokoh masyarakat atau tokoh agama untuk melakukan sosialisasi terkait protokol pemulasaraan.
Hal ini, yang dinilai bisa ampuh untuk menyadarkan masyarakat agar mau menerapkan protokol kesehatan di tengah kondisi transisi atau bahkan new normal ini.