KKP Blunder, Wajib Tolak PKKPRL Lahan Reklamasi Setelah 2012
Sosialisasi pemanfaatan ruang laut masih tetap gencar dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP). Banyak permasalahan yang kemudian muncul di saat proses pengajuan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL ). Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi pemohon menimbulkan biaya tinggi, contoh persyaratan yang wajib dipenuhi antara lain pembuatan dokumen Geoteknologi biayanya kurang lebih 100 juta dokumen Perubahan Arus Laut 49 juta, verifikasi Dinas Kelautan dan Perikanan terkait zona pemanfaatan ruang laut, verifikasi otoritas Pelabuhan menyangkut DLKp/ DLKr, pembuatan analisa dampak lingkungan atau AMDAL sekitar 750-800 juta tergantung dari banyaknya parameter semakin banyak parameter yang diminta semakin tinggi biaya yang diminta konsultan seperti misalnya usaha pengeboran minyak dan gas.
Pembuatan AMDAL ini pun membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 8 bulan hingga 1 tahun. Jika PKKPRL disetujui perusahaan juga dihadang oleh peraturan pemerintah 85 tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan yang menetap di laut per hektar biayanya Rp.18,6 juta, pemanfaatan ruang untuk kabel bawah laut per izin Rp.128,5 juta, pemanfaatan ruang untuk pipa bawah laut untuk pipa air bersih atau air baku per izin tarifnya Rp.148,5 juta belum tamhan lainnya tergantung kawasannya. Sedangkan pipa selain air bersih/ air baku per izin dikenakan biaya Rp.148,5 juta belum biaya tambahan lainnya 25-75 juta per km tergantung kawasannya.
Ribetnya pengurusan PK KKPRL tersebut serta besarnya biaya yang tidak sedikit, banyak pengusaha yang akhirnya pasif. "Lebih baik kalau ada petugas yang tanya soal kelengkapan perizinan dan lain-lain saya lebih baik bayar kes di tekape". kata seorang pengusaha dongkol. Contoh para pengusaha tambak udang, usaha mereka pun diwajibkan mengurus PKKPRL karena mengambil air laut dan membuang limbah olahan ke laut. Konsultan minta biaya Rp. 8 juta untuk membuat kajian.
Lebih banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan jika lokasi tambak berada di dekat zona tertentu atau restriktif area. Kejadian di Probolinggo menimpa seorang pengusaha tambak udang yang sudah berusaha puluhan tahun harus mencarikan dana di atas Rp. 1 miliar untuk bisa mendapatkan rekom dari salah satu instansi karena pipa intake sekitar 15 meter panjangnya yang dipasang menjorok ke laut berada di kawasan restriktif area. Aturan ini wajib pula ditaati oleh badan usaha yang memasang pipa dan kabel di bawah lautm
Mencermati regulasi yang dikeluarkan terkait PKKPRL, ada dua regulasi yang membuat KKP blunder dan membuat gelisah pengusaha yang sudah melakukan reklamasi sebelum terbitnya undang-undang Cipta Kerja. Sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, PKKPRL tidak bisa diproses bagi perusahaan yang melakukan kegiatan reklamasi setelah tahun 2012. Sedangkan yang bisa diproses adalah kegiatan reklamasi yang dilakukan sebelum tahun 2012.
Akan tetapi itu pun dibatasi hingga Februari 2024 sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2001 tentang Penyelesaian Ketidak sesuaian Tata Ruang. KKP dengan bantuan Citra Satelit dan data yang dikeluarkan Badan Informasi Geospasial (BIG) mampu mendeteksi atau merekam jejak aktivitas perusahaan hingga 15 tahun ke belakang. Hal itu menjadi bertambah ruwet lagi setelah proses perizinan masuk ke sistem Online Single Submission (OSS) merupakan implementasi Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Masalah lagi jika terjadi error di OSS, pengajuan perjanjian tidak bisa diproses ujung-ujungnya yang bersangkutan harus ke kementerian dan hal ini kerap terjadi, kemudian tidak bisa langsung ditangani mengingat keterbatasan personal di Ruang Laut hanya 30 orang yang harus juga melayani ribuan permohonan dari seluruh Indonesia.
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat, Kelautan, Maritim, Perikanan, dan Dewan Pakar PWI Jawa Timur.
Advertisement