Kitab Mujarobat, Inikah Panduan Obat Melawan Corona?
Sabtu, 16 Mei lalu, saya mendapat kiriman sebuah buku yang tebal. Judulnya, Kitab Mujarobat, Referensi Terlengkap Ilmu Pengobatan dan Penyembuhan Islam. Pengarangnya, Syekh Ahmad Nairobi Al Kabir, ulama fikih terkemuka dari Mesir.
Penerbitnya adalah Turos, milik Gus Luqman Hakim Arifin. Gus Luqman ini lulusan Pondok Pesantren Gontor yang terkenal itu. Bisa jadi, kiriman buku ini, cara dia menyemarakkan Hari Buku Nasional yang jatuh pada Minggu, 17 Mei 2020.
Oh ya, Turos ini hanya bergelut dalam khazanah pustaka Islam. Menerjemahkan kitab-kitab Islam unggulan nan kuno. Lantas menerbitkan dalam bahasa Indonesia.
Banyak bukunya yang tergolong best seller. Alias laris manis. Salah satunya, buku Kitab Mujarobat dengan 605 halaman ini. Terasa agak berat saat digenggam di tangan.
Saat saya lihat daftar isi, ada 36 bab. Isinya tentang khasiat dan manfaat ayat Al Quran. Untuk membahas khasiat dan manfaat Basmalah saja, sampai 14 halaman.
Lantas, juga ada bab berisi beragam amalan. Sebut saja dari amalan urusan dagang, perempuan, keperkasaan pria, rukiah, atau keselamatan perjalanan. Ada juga amalan tolak jin penganggu atau amalan tentang hama tanaman.
Nah, ada juga bab amalan tentang penyakit. Dari obat pusing, gudik, radang mata, vertigo, sakit panas, bisul, kutil, cacar, bengkak, hingga luka. Masih ada juga amalan mengeluarkan cacing dari mata dan telinga. Lengkap sekali.
Saat mata saya bersitubruk dengan amalan mengatasi wabah serta mengembalikan harta yang hilang, langsung saya buru halamannya. Ingin tahu apa isinya. Siapa tahu, bisa digunakan untuk mengobati Covid 19.
Harap maklum, sampai Hari Minggu, 17 Mei 2020, Gugus Tugas Covid 19 menelurkan catatan seperti ini. Temuan pasien positif berjumlah 17.514 orang. Angka pasien yang sembuh ada 4.129 orang. Sedang pasien yang meninggal dunia, totalnya 1.148 orang.
Dengan tingginya angka itu pun masih memunculkan perdebatan. Terutama dari beberapa gubernur. Mereka yakin, jumlah pasien lebih banyak, kalau diadakan makin banyak rapid test. Dan laboratorium bisa cepat mengeluarkan hasil tes.
Bisa jadi, kalau mudik tidak dilarang, jumlah korban jiwa bisa lebih banyak lagi. Pada musim mudik Lebaran tahun 2019, korban jiwa menembus 120 orang. Lalu di mudik lebaran 2018, korban meninggalnya sebanyak 318 orang.
Sekarang, Kementerian Perhubungan dan Polisi bisa berbangga. Untuk tahun ini, korban mudik lebaran bisa jadi nol. Sebuah pencapaian gemilang.
Kembali ke urusan pendemi ini. Memang butuh banyak biaya untuk mengatasinya. Pertama, urusan beli alat tes Covid 19. Ini juga belum pasti, alat tes yang dibeli dari APBN atau uang kantong sendiri ini valid atau tidak.
Terus biaya penangganan bagi yang sakit. Infrastruktur kesehatan pendukung. Juga dukungan bagi pekerja medis. Ini belum urusan mengembalikan denyut ekonomi. Yang pasti, butuh lebih banyak uang lagi.
Kini lagi ramai juga dibahas. Apakah perlu cetak uang sendiri atau mau menerbitkan pinjaman lagi. Keduanya punya para pendukung masing-masing.
Nah, siapa tahu, dengan amalan dari kitab ini, pemerintah bisa menghemat lebih banyak uang. Pertama, bisa mengamalkan tuntunan mengembalikan barang hilang atau dicuri. Tentu rakyat diminta menjalankan amalan mengobati berbagai penyakit pada tubuh atau amalan mengobati wabah.
Cukup bikin rekaman ucapan amalan. Lalu disebar ke seluruh penjuru negeri. Diperintahkan semua orang melakukannya. Efisien, praktis, dan murah meriah.
Kalau ini dikerjakan, bisa jadi, sebagaimana harapan Bapak Presiden Joko Widodo, grafik penderita Covid 19 bisa turun pada bulan Mei. "Target kurva masuk pada posisi sedang di bulan Juni, di bulan Juli harus masuk pada posisi ringan dengan cara apapun," ungkap Pak Jokowi di sidang kabinet paripurna.
Oh ya? Lantas apa isi amalan urusan wabah dan penyakit itu? Syekh Ahmad mengutip hadist, bahwa di dalam Al Quran terdapat beberapa ayat yang apabila dibaca di pagi dan sore hari, dapat menjadi sarana untuk mendapatkan kesembuhan.
Dengan izin Allah SWT tentu saja. Antara lain, kita diminta membaca Ar Rad, ayat 31. Lalu, membaca Thaha ayat 105-7, Al Hasyr ayat 21-4, dan An Naml ayat 88.
Selain itu, kita bisa pula membaca ayat-ayat lainnya. Seperti At Taubah ayat 128-9, lalu Al Iklas ayat 1-4, atau Al Dalam ayat 1-5, An Nas ayat 1-6, juga Al Isra ayat 82, dan surat Al Hasyr ayat 21-4.
Nah, membaca kitab Mujarobat ini, sepertinya ada satu kekuatan yang belum dimanfaatkan Pak Jokowi. Yakni, doa para ulama dan pengasuh pondok pesantren. Untuk membantu mengatasi pendemi ini.
Ngomongin masalah pondok pesantren, Gus Luqman dan beberapa temannya juga mengasuh Pondok Pesantren Wali di Salatiga, Jawa Tengah. Keinginan membuat pondok ini, selain doktrin sebagai alumnus Pondok Pesantren Gontor, ada hal penting lainnya.
Urusan menerbitkan kitab para pemikir Islam, bermuara pada minumnya para penerjemah handal. Khususnya untuk kitab kuning itu. Ini mengapa, Pesantren Wali mengklaim sebagai pesantren literasi.
Pondok ini punya kurikulum yang unik. Ini salah satunya. Santri akan mampu membaca dan menerjemahkan kitab kuning dengan metode seratus jam.
Jadi, kalau kita iseng saja, punya waktu sebulan, mondoklah di sini. Dijamin, kita akan mampu mengaji kitab kuning. Bisa membaca kitab dengan huruf arab gundul dan menerjemahkannya.
Tak punya dasar menelaah kitab kuning? Jangan kuatir. Di sini ada metode yang simpel serta teruji. Sehingga tak akan kesulitan belajar kitab kuning.
Kalau sudah mahir menerjemahkan, bisa ngobrol dengan Gus Luqman ini. Mencari kitab klasik yang layak diterjemahkan. Lantas bisa diterbitkan oleh Turos.
Menjadi berilmu itu penting. Paham sesuatu dan mau berbagi. Karena, bila kita melakukan hal ini, akan diberi derajat yang lebih mulia.
Namun, pendemi Covid 19 ini, juga membuat para pengasuh pondok pesantren pusing. Termasuk Gus Luqman ini. Dia mengaku, telah banyak bertukar pikiran. "Biasanya Syawal ini, kita sudah buka pendaftaran. Tapi dengan kondisi seperti ini, apa kita akan buka," katanya.
Mereka juga bimbang. Jika nekad buka pendaftaran, apakah para orang tua santri, mau melepas anaknya dalam kondisi seperti ini. Lantas bagaimana prosedur pola pengajarannya?
Banyak pertanyaan muncul. Sebagian jawaban tersirat samar. Namun, lebih banyak ketidakjelasan.
Bahkan, banyak pondok yang telah memulangkan para santri. Memastikan mereka sehat dan baik di rumah masing-masing. Menunggu kembali saat, tiba saatnya nanti.
Berbicara tentang pengajaran online, Gus Luqman mengeleng. Alasannya sederhana. Tak semua santri datang dari keluarga berada.
"Tak ada smart phone atau laptop. Sebagian biaya pendidikan santri juga disubsidi," jelasnya. Selain itu, yang khas dari pondok pesantren, adalah pendidikan boarding. Menginap.
Lantas, saling berinteraksi secara keilmuan dengan para ustad, kiai, juga teman sepermainan. Ada dunia pondok yang membentuk jiwa santri. Ada kemandirian, belajar kepemimpinan, juga niat berbuat baik bagi umat.
Mendengar ceritanya itu, saya lantas teringat atas buku terbitannya itu. Semoga Gus Luqman segera menjalankan beragam amalan dari Kitab Mujarobat. Terus ngompori para pengasuh pondok pesantren lainnya.
Sama-sama berdoa bersama. Doa dengan tulus. Agar kita semua diberikan kesembuhan dan keselamatan. Karena dalam ketidakpastian ini, kita hanya bisa mengerjakan apa yang berada dalam jangkauan dan kemampuan saja.
Ajar Edi, kolomnis Ujar Ajar
Advertisement