Kisruh Perebutan Tahta di Keraton Kasepuhan Cirebon
Penobatan Rahardjo Djali sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon secara diam-diam digelar di Bangsal Jinem Pangrawit, pada 18 Agustus 2021, berbuntut panjang. Raharjo Djali sempat viral karena menggembok pagar di Keraton Kasepuhan, termasuk mengklaim dirinya sebagai Sultan Sepuh Aloeda II. Dalam ikrarnya, ia mengaku sebagai penerus sah atas takhta Sultan ke-11 Keraton Kasepuhan, yaitu Sultan Sepuh XI Radja Jamaludin Aluda Tajul Arifin.
Prosesi jumenengan tersebut digelar tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga maupun kerabat saja. Prosesi pelantikan sendiri dilakukan di salah satu rumah yang ada di dalam lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon.
"Kenapa dipilih tempat ini, karena Sultan Sepuh XI menghabiskan sisa hidupnya di sini. Beliau setelah menikahi nenek saya, Nyi Mas Rukjah, mengganti gelar di belakangnya dari Natadiningrat menjadi Aluda. Kami memang tidak mengundang siapa pun, karena ini untuk menjaga kesakralan penobatan ini," kata Rahardjo Djali kepada awak media.
Aksi saling Lempar Batu
Kelompok dari pendukung Rahardjo Djali berkumpul dan foto bersama di depan gapura Kutagara Wadasan, atau Lunjuk Keraton Kasepuhan, Rabu 25 Agustus 2021. Usai mengambil foto bersama, massa pendukung Rahardjo Djali ini berkumpul kembali di area Langgar Alit Keraton.
Tak lama setelah itu, massa pendukung Rahardjo Djali merangsek kembali ke arah Lunjuk Keraton Kasepuhan. Massa ini mengaku mendapatkan serangan lemparan batu sehingga bereaksi. Belum diketahui dari kelompok mana yang menyerang massa pendukung Rahardjo Djali.
Saat itu, beberapa pengikut dan keluarga dari Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin mendatangi lokasi tersebut. Suasana memanas saat kedua pengikut dan keluarga itu saling berhadapan. Perang argumen terjadi. Bahkan, sempat terjadi aksi saling dorong. Ketegangan kedua pihak itu terjadi sekitar setengah jam lebih. Pihak keamanan berhasil meredam suasana.
Respon Sekda Kota Cirebon
Kisruh perebutan tahta di Keraton Kasepuhan Kota Cirebon ini pun turut mendapat respons dari pemkot setempat. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Agus Mulyadi berharap kasus tersebut bisa segera diselesaikan secara kekeluargaan. Terlebih konflik ini merupakan masalah internal keraton.
"Ini kan masalah internal ya kami harap bisa diselesaikan secara internal," kata Agus Mulyadi.
Pemkot Cirebon, lanjut Agus Mulyadi mengatakan, pihaknya yang berada di luar kerajaan hanya bisa mendorong agar permasalahan tahta tersebut tidak berkepanjangan dan bisa diselesaikan dengan sebijak mungkin.
"Pihak yang sedang berselisih pun diharapkan bisa mengedepankan prinsip kekeluargaan dan musyawarah, dengan tetap mengacu pada proses hukum yang berlaku. Kalau memang sedang dalam proses hukum, kedepankanlah proses hukum yang berlaku," ujar Agus Mulyadi.
Untuk itu, pihaknya hanya meminta kepada pihak yang tengah berkonflik di Keraton Kasepuhan agar memperhatikan dua hal penting.
Pertama, pihak keraton tetap berupaya mempertahankan keberadaannya sebagai simbol budaya bangsa. Selanjutnya, kisruh tersebut juga diminta jangan sampai berdampak pada situasi di Kota Cirebon.
"Pemkot Cirebon hanya mencermati Keraton Kasepuhan sebagai simbol budaya dan itu harus dipertahankan. Polemik yang terjadi pun jangan sampai mengganggu kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) Kota Cirebon," sambung Agus Mulyadi.
Ada mekanisme yang mengharuskan Pemkot Cirebon melakukan mediasi, maka pihak yang berkonflik harus duduk bersama. Persoalan pepakem yang berlaku di Keraton Kasepuhan Cirebon harus diselesaikan secara internal.