Kisah Wali, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Jadi Sasaran Fitnah
Suatu kisah menceritakan seorang ayah yang tak punya adab pada guru. Bagaimana bila diri sendiri yang tidak punya adab, memaki dan mengaibkan gurunya.
Seorang ulama berkata, “Satu perasangka buruk saja kepada gurumu, maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada seorang guru kepadamu”.
Semoga Allah jadikan kita orang yang beradab kepada makhluknya, terlebih lagi kepada guru yang mengajarkan ilmu kepada kita.
Berikut kisah itu:
Fitnah datang tak pandang buku. Fitnah memang bisa mengena pada setiap orang, tak peduli tokoh sekaliber Waliyullah.
Ada seorang yang tak baik hatinya ingin memfitnah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. Ia berupaya mencari jalan untuk memfitnahnya. Ia kemudian membuat lubang di dinding rumah Syaikh Abdul Qadir dan mengintipnya.
Kebetulan, ketika ia mengintip Syaikh Abdul Qadir, orang itu melihat Syaikh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya.
Syaikh Abdul Qadir suka makan ayam dan setiap kali Syaikh makan ayam dan makanan yang lain, Syaikh akan makan separuh saja. Sementara lebihan makanan tersebut akan diberikan kepada muridnya.
Maka, orang yang busuk hatinya tadi menemui seorang yang menjadi orangtua si murid Syaikh Abdul Qadir.
“Bapak punya anak yang namanya ini?,” tanya orang itu.
Jawab si Bapak: “Ya ada.”
“Apa benar anak bapak belajar kepada Syaikh Abdul Qadir?”
Jawab si bapak: “ya.”
“Bapak tahu? Anak bapak diperlakukan oleh Syaikh Abdul Qadir Jilani seperti seorang hamba sahaya dan kucing saja. Syaikh Abdul Qadir beri lebihan sisa makanan pada anak bapak.”
Mendengar hal itu, si bapak tidak puas hati lalu ke rumah Syaikh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syaikh, saya menghantar anak saya kepada tuan Syaikh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing. Saya antar kepada tuan Syaikh, supaya anak saya jadi alim ulama,” kata si Bapak.
Syaikh Abdul Qadir hanya jawab ringkas saja, “Kalau begitu ambil-lah anakmu...”
Maka si Bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang.
Ketika ke luar dari rumah Syaikh menuju jalan pulang, Bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum syariat.
Ternyata, ke semua soalannya dijawab dengan benar.
Si Bapak itu tadi pun berubah pikiran. Dan mengembalikan anaknya kepada tuan Syaikh Abdul Qadir.
“Wahai Tuan Syaikh terimalah anak saya untuk belajar pada tuan kembali. Tuan didik lah anak saya. Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga diperlakukan seperti kucing. Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa bila bersamamu.”
Maka tuan Syaikh Abdul Qadir menjawab, “Bukan aku tidak mau menerimanya kembali, tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu. Allah sudah menutup futuh-nya untuk mendapat ilmu, disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru, maka anak yang menjadi korban.”
Begitulah adab dalam menuntut ilmu. Anak, Ibu, ayah dan siapa pun perlu menjaga adab kepada guru. Betapa pentingnya adab dalam kehidupan seharian kita.
Demikian semoga bermanfaat.
Advertisement