Kisah Unik, Tiga di Antara Karomah Mbah Mundzir Kediri
Pesantren di Jawa dikenal menyimpan khazanah kisah unik. Bisa jadi suatu kisah tentang karomah kiai kharismatik, hingga kisah-kisah terkait dunia tasawuf yang dianggap tak lazim oleh masyarakat awam.
KH. Mundzir adalah Pengasuh Pondok Pesantren “Tahfidzul Qur’an Ma’unah Sari” Bandar Kidul, Kediri, Jawa Timur, di antara yang mempunyai kisah unik itu.
Sebagai Kiai kharismatik atau disegani oleh masyarakat, KH Mundzir mempunyai beberapa karomah, antara lain :
1. Si Kecil yang Perkasa
Perilaku masa kecil Kiai Mundzir wajar-wajar saja, sebagaimana anak kecil pada umumnya, walau kadang memperlihatkan pola tingkah yang tidak lumrah atau nganeh-nganehi, yang di dunia pesantren bisa di istilahkan dengan kata khorikul ‘adah.
Pernah suatu ketika Kiai Mundzir memainkan gentong / mengangkat-angkat gentong dengan santainya, tentu hal ini mengundang keheranan dan rasa takjub bagi siapapun yang melihatnya.
Rasa heran dan takjub itu pun semakin menjadi tatkala gentong tersebut penuh dengan air yang bagi satu orang dewasapun umumnya belum kuat untuk mengangkatnya. Namun ternyata Kiai Mundzir yang masih anak-anak itu bukan sekedar mengangkat, malah memainkanya dengan santai laksana seorang “pendekar atau jagoan kungfu” yang sedang memperlihatkan keahlianya.
2. Bisa Terbang
Polah tingkah yang tidak wajar terjadi sampai Kyai Mundzir tumbuh dewasa. Dikisahkan oleh seorang teman dekat beliau yang saat nyantri di pesantren semelo perak jombang, yaitu seorang santri yang sekarang tinggal di dusun Sido Warek Jombang.
Kiai Mundzir seorang santri yang gemar ziarah ke makam-makam para wali, sebagai teman dekat santri tadi di ajak ziarah ke pesarean Mojo Agung, Jombang.
Seperti biasanya perjalanan itu dilakukan dengan berjalan kaki. Namun kiranya ada yang luar biasa dalam perjalanan kali ini, karena sebelum berangkat Kiai Mundzir berpesan kepada teman akrabnya tersebut untuk tidak tolah toleh dan selalu melihat punggung beliau selama perjalanan nanti.
Setelah beberapa saat dalam perjalanan, teman Kiai Mundzir merasa seakan akan melewati suatu kawasan yang banyak ditumbuhi rerumputan yang tinggi dan lebat, kang santri pun penasaran, tumbuhan apakah yang kiranya kadang menyambar di tubuhnya itu.
Saking penasarannya, sambil berjalan kang santri tadi sesekali memetik beberapa helai daun atau rumput, dan ia sempat memasukan daun itu ke dalam saku bajunya. Perjalananpun akhirnya sampai, setelah keperluan ziarah dan lainya selesai, Kiai Mundzir mengajak pulang seperti biasanya.
Setelah sampai di kamar santri tadi segera mengambil daun yang ada dalam sakunya untuk dilihat. Namun alangkah terkejutnya kang santri tadi, karena ternyata bukan rumput yang di temukan dalam sakunya melainkan daun kelapa yang masih muda.
Setelah menyadari apa yang baru saja terjadi, sambil menerawang, santri tersebut bergumam “lha aku iki la’ diajak gus mundzir lewat duwure wit klopo”.
3. Memanggil Pucuk Pohon Bambu
Di suatu daerah Jombang, saat Kiai Mundzir sedang melaksanakan riyadhah, dan sebagaimana biasa, hari itupun diisi dengan terus menerus sholat. Kebetulan di tempat itu, ada seorang santri yang bisa di bilang nakal, dan ia mengetahui bagaimana disiplinya Kiai Mundzir menjaga kebersihan.
Pada saat Kiai Mundzir sedang menunaikan shalat, santri tadi sengaja berniat ngerjai/njarag, dengan cara pakaian beliau yang di jemur di depan mushola sebagai lap.
Hal itu ternyata diketahui oleh beliau, karena itu setelah salam, beliau langsung mencuci pakaian tersebut dan kembali menjemurnya lagi, melihat hal itu, santri tadi ternyata mengulangi lagi perbuatan tersebut, lagi-lagi beliau tahu, dan mencuci serta menjemurnya lagi, dan selanjutnya kembali sholat. Namun saking nakalnya santri tadi belum puas, lalu mengulanginya sekali lagi.
Saat itulah, setelah shalat, beliau mencuci pakaian tersebut, namun kali ini di jemur dengan cara yang ”nyleneh”, bagaimana tidak, usai mencuci pakaian tadi, beliau melambaikan tangan seakan memanggil pucuk pohon bambu yang berada di depan mushola, dan anehnya pula bambu itu seolah paham, karena tiba-tiba bambu itu merunduk dan selanjutnya berdiri tegak kembali, setelah jemuran pakaian beliau di titipkan pada pucuknya.
Lahul Fatihah..!