Cerita Pasutri Mendamba Anak Kedua Lewat Bayi Tabung
Jalan panjang penuh rintangan ditempuh pasangan suami istri, Didik Santoso (43 tahun) dan Titin (35 tahun) untuk mendapatkan anak keduanya. Mereka mengusahakan anak kedua lewat proses bayi tabung.
Pasangan suami istri asal Jawa Timur yang tinggal di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini sudah lama mendambakan kehadiran anak kedua. Mereka kurang lebih sudah menunggu selama 11 tahun.
Berbagai pemeriksaan telah dilakukan di NTT. Namun, macam-macam pemeriksaan yang dijalani itu tak kunjung mendapatkan hasil. Hingga akhirnya mereka dirujuk di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kendangsari Surabaya.
Saat di RSIA Kendangsari ini, mereka langsung ditangani oleh Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG(K). Dalam diagnosis Prof. Bus, sapaan Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp. OG(K) dengan menggunakan alat laparoskopi dia menemukan adanya perekatan antara usus dan rahim yang menyebabkan sulit untuk hamil.
"Saya lakukan laparoskopi. Tindakan melihat apa ada faktor penghambat di alat produksi bagian dalam. Ternyata ada pelekatan antara usus dan rahim, untuk menangani hal tersebut kami lakukan tindakan operasi," kata Prof Bus, Kamis, 25 November 2021.
Setelah menjalani operasi, pasangan suam istri ini tidak bisa langsung menjalani program bayi tabung. Pasangan ini harus menunggu selama dua bulan sebelum menjalani proses bayi tabung setelah operasi laparoskopi ini.
Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Setelah dua bulan menunggu, pasangan Didik Santoso dan Titin ini kemudian menjalani proses bayi tabung. Saat itu, dua embrio berhasil ditanam dan berkembang. Sekitar 25 April 2020, Titin tersebut dinyatakan hamil anak kembar tidak identik.
"Nah di trimester pertama satu bayi meninggal dan akhirnya yang berkembang hanya satu," Prof. Bus.
Setelah mengalami kondisi ini, pada usia kehamilan 21 minggu atau 5 bulan, Titin mengalami mual, muntah dan kembung. Akhirnya dia harus dirujuk ke Unit Gawat Darurat (UGD). Karena kondisi ini Titin harus melakukan operasi ilius obstruktif.
"Setelah pulang dari rumah sakit, seminggu kemudian harus masuk rumah sakit lagi karena perekatan ususnya. Cobaan datang lagi di usia kandungan 34 minggu, ketuban pecah dan harus dilakukan operasi sesar," terang Prof Bus.
Cobaan masih belum berhenti, ungkap Prof Bus saat melakukan cesar ditemukan perekatan plasenta dan rahim. Akhirnya operasi sesar harus berlangsung 4 jam lamannya dan lahirlah seorang putri dengan berat 1.750 gram pada tanggal 19 November 2021.
Karena berat bayi di bawah berat normal, bayi tersebut harus dirawat di inkubator. Menurut dokter dr. Rulik Rufianti, Sp.A, dokter anak yang merawat bayi tersebut, kondisi bayi saat ini terus mengalami perkembangan.
"Saat ini semakin baik kondisinya. Kami juga sudah memberikan ASI dari ibunya. Berapa pun ASI yang dihasilkan sang ibu kami berikan pada bayinya, karena bagaimanapun ASI merupakan asupan terbaik bagi bayi untuk imunitasnya," kata dokter Ruli biasa ia disapa.
Advertisement