Kisah Rockstar Legendaris Cat Steven Menjadi Mualaf
Penggemar musik era 1960-70an pasti sudah familiar dengan yang namanya Cat Stevens. Ia merupakan salah satu musisi paling tersohor kala itu.
Cat Stevens mempunyai nama asli Steven Georgiou. Ia lahir pada 21 Juli 1948 di Marylebone, London, Inggris.
Sejak kecil, Georgiou sudah mencintai musik. Namun, karena tidak ada satu pun anggota keluarganya yang punya pengetahuan soal musik, ia baru bisa meyakinkan ayahnya untuk membelikan gitar pertama pada usia 15 tahun.
Sejak memiliki gitar pertama, Georgiou jadi sering kabur ke atas atap untuk sekadar memetik gitar dan melantunkan lagu dari band favoritnya, The Beatles.
Berjalannya waktu, pria berusia 70 tahun ini semakin menekuni hobi bermusiknya dan menciptakan sebuah lagu berjudul ‘First Cut Is The Deepest’. Pada tahun 1964, Georgiou mulai bernyanyi dari kafe ke kafe dengan nama panggung Cat Stevens.
“Pacarku bilang mataku seperti kucing. Lagipula, aku tak bisa bayangkan orang datang ke toko musik dan meminta, ‘lagu dari Steven Demetre Georgiou album’,” katanya dilansir dari salon.com, 1999.
Namun Cat Stevens mengejutkan publik dengan keputusannya pensiun dari dunia musik pop dan memeluk agama Islam. Ia menjadi mualaf 1977 silam. Kini, Cat Stevens dikenal dengan nama Yusuf Islam.
Inilah rangkuman perjalanan panjang ketertarikan Cat Stevens terhadap Islam lantaran mendengar suara adzan ketika menghabiskan liburannya di Maroko.
1. Awal kesuksesan karier bermusik
Di usia 18 tahun, mantan personel grup vokal kenamaan Inggris, Mike Hurst, yang tengah mencoba peruntungan sebagai seorang produser mulai melirik karya-karya Stevens. Ia kemudian membantu Stevens merampungkan album pertamanya yang bertajuk ‘Matthew and Son’ (1967).
Beberapa hits di lagu itu, seperti ‘I Love My Dog’, ‘I’m Gonna Get Me a Gun’, dan ‘Here Comes My Baby’, mulai memuncaki tangga lagu di Inggris saat itu.
Pada tahun 1968, bermodalkan ketenaran yang sudah didapatkannya dari berbagai karya yang ia telurkan, Stevens berkesempatan untuk ikut dalam tur dunia bersama Jimi Hendrix dan Engelbert.
Stevens kemudian dianggap sebagai salah satu musisi muda berbakat dari Inggris. Ia mulai mendapat banyak penggemar dari seluruh dunia.
2. Penyakit dan perubahan gaya hidup
Di tengah kariernya yang cemerlang, Stevens harus menerima kenyataan pahit saat ia divonis terserang TBC pada tahun 1969. Penyakit yang nyaris membunuhnya itu membuat Stevens menjalani perawatan berbulan-bulan di Rumah Sakit King Edward VII, Sussex Barat, Inggris.
Tak hanya itu, ia juga harus menjalani terapi penyembuhan selama bertahun-tahun. Sejak itu, Stevens akhirnya mulai mengubah pandangannya terhadap hidup dan mulai lebih memperhatikan kesehatan dirinya sendiri.
“Di rumah sakit, aku dapat pengobatan setiap hari, dan orang-orang di sekitarku sakit. Itu semua mengubah perspektifku. Aku mulai banyak memikirkan tentang diriku sendiri. Hampir aku bunuh diri,” ungkap Stevens dilansir dari biografinya di yusufislam.co.uk.
Selain menjalani terapi, Stevens mulai banyak bermeditasi dan mempelajari ilmu-ilmu agama serta menjadi vegetarian. Berawal dari sana, tak hanya hidupnya saja yang berubah, Stevens pun semakin hati-hati dalam membuat karya.
Selain album ‘Mona Bone Jakon’ pada 1970, ia juga menelurkan satu album bertajuk ‘Tea for the Tillerman’ yang banyak bercerita tentang kehidupan damai di dunia.
Menjaga pola hidup dan cara mencipta lagu, nyatanya membuat nama Stevens semakin terkenal. Beberapa lagu dari album tersebut, seperti ‘Where Do the Children Play?’, ‘Wild World’, dan ‘Father and Son’, masih melegenda hingga kini.
Sebagai bukti, pada tahun 2017, film ‘Guardians of the Galaxy Vol. 2’ menjadikan single ‘Father and Son’ sebagai salah satu soundtrack. Lagu yang sama juga menjadi backsound kembalinya Guardians of the Galaxy di film Avengers: Invinity War.
3. Mualaf, Cat Stevens mengubah nama menjadi Yusuf Islam
Pada 1975, Stevens bersama beberapa musisi Inggris lain, termasuk Jimi Hendrix, Jimmy Paige, dan Frank Zappa, berlibur ke Marrekesh, Maroko. Saat tengah berlibur di negara Islam itu, Stevens mulai menemukan ketertarikannya pada Islam setelah mendengar lantunan adzan.
“(Adzan) Musik untuk Tuhan? Aku tahu kalau musik untuk uang dan ketenaran pribadi. Tapi musik untuk Tuhan? Itu hebat,” kata Stevens dilansir dari Independent, 2012.
Tahun 1976, kemalangan kembali menimpa Stevens yang kala itu tenggelam di Malibu, California, Amerika Serikat. Ia yang ketakutan saat itu mulai mencari sosok Tuhan dari berbagai agama.
Ia mempelajari secara mendalam ilmu Buddha, Zen, hingga kartu tarot dan astrologi. Kemudian, datanglah kakak Stevens, David Gordon, membawakannya Alquran sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-28 tahun.
Selama mempelajari Alquran, Stevens tertarik pada kisah Yusuf, seorang pedagang yang menurutnya mirip seperti kisah hidupnya sebagai pencari uang di industri musik.
Stevens akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang mualaf pada 23 Desember 1977. Ia pun mengubah namanya menjadi Yusuf Islam. Setelah itu, Yusuf juga diketahui mendedikasikan dirinya untuk pekerjaan amal.
“Saya tidak terlalu khawatir tentang apa yang dipikirkan orang, (karena) orang-orang akan mengerti, secara bertahap, saya berkata pada diri sendiri. Setelah semua, semua orang tahu, saya ‘di jalan untuk mencari tahu’,” ungkapnya seperti dilansir dari catstevens.com.
Setelah menikah dan memiliki anak, Yusuf juga terlibat dalam misi kemanusiaan. Dia membantu mendirikan badan amal Muslim Aid. Ia juga mendirikan yayasan kemanusiaan ‘Small Kindness’ untuk menolong korban kelaparan di Afrika dan membantu para korban bencana kemanusiaan, termasuk konflik di Balkan. Badan amal ini fokus pada kebutuhan anak yatim, janda dan keluarga.
4. Perjalanan Yusuf Islam menjadi mubalig
Sejak menjadi mualaf, Yusuf semakin aktif berkegiatan di masjid dan tidak lagi mencipta karya musik. Hal itu karena ia salah pemahaman dengan mempercayai bahwa Islam mengharamkan musik-musik yang selama ini dibuat dan dikumandangkannya sebagai Cat Stevens.
Namun, Yusuf yang mempertanyakan hal tersebut pada salah satu pemuka agama di salah satu masjid di London, mulai mendapat pencerahan.
“Aku bertanya pada seorang imam di masjid dan ia mengatakan, ‘bermusik itu tidak apa-apa’. Sebagai Muslim baru, kau akan sangat berhati-hati dalam bertindak,” kata dia dilansir dari Al Jazeera.
Akhirnya, saat tragedi 9/11 menimpa Amerika Serikat, Yusuf mulai merasa tergerak untuk kembali bermusik. Ia merasa saat itu Islam menjadi satu agama berbahaya di dunia hanya karena ulah beberapa oknum teroris berkedok agama yang dicintainya itu.
Ia kemudian memberanikan diri untuk menyanyikan single ‘Peace Train’ secara acapella di hadapan banyak masyarakat Amerika Serikat.
“Meski hanya dengan cara acapella, ‘Peach Train' adalah permulaannya. Putraku kemudian membelikan sebuah gitar. Saat aku mulai memainkannya, aku yakin, aku punya pekerjaan baru yang harus dilakukan,” katanya.
Meski sudah menjadi mubalig lewat musik, Yusuf tetap tidak mau untuk menerima pujian. “Aku tidak fokus untuk mengubah pandangan orang-orang, karena aku tak bisa mengubah orang lain. Aku hanya menjalankan bagianku (sebagai mubalig) dan bernyanyi. Jika orang-orang terpengaruh, aku akan berkata alhamdulillah,” ucapnya. (*)