Kisah Relawan Covid-19 di Malang Makamkan 700 Jenazah
Sekitar petang, satu unit mobil ambulan milik Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Malang tiba di depan kompleks Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tasikmadu, Lowokwaru, Kota Malang, pada Sabtu 9 Januari 2021. Suhu menunjukkan 26 derajat celsius, disertai hujan intensitas sedang. Hawa dingin dan basah menusuk-nusuk permukaan kulit.
Belasan personel dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang bersiap di belakang kap mobil. Salah satu relawan pemulasaraan jenazah Covid-19, Rizvan Nanda Iriyanto, 19 tahun, turut serta dalam tugas pemakaman jenazah dengan protokol kesehatan tersebut.
Petang itu, Rizvan bersama petugas yang lainnya akan memakamkan seorang jenazah yang berstatus probable Covid-19 atau mereka yang diduga Covid-19 disertai dengan gejala berat seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Sebuah peti dikeluarkan dari mobil ambulan kemudian ditaruh di atas tandu. Tandu kemudian digeret memasuki kompleks TPU Tasikmadu. Sebelum dimakamkan, pihak keluarga diizinkan terlebih dahulu untuk melakukan salat jenazah.
Ada sekitar tujuh anggota keluarga yang ikut melakukan salat jenazah. Sebelum melakukan salat jenazah mereka disemprot disinfektan terlebih dahulu. Selepas salat jenazah, petugas lalu melakukan pemulasaraan.
Prosesi pemulasaraan jenazah Covid-19 seperti ini, kata Rizvan sudah biasa ia lakoni sejak menjadi relawan pada April 2020, lalu. Selama 10 bulan ia mengatakan telah memakamkan sebanyak 7 ratus lebih jenazah.
"Kalau dihitung dari April 2020 sekitar 7 ratus lebih jenazah," ujarnya, pada Sabtu 9 Januari 2021.
Ketika pertama kali melakoni pekerjaan tersebut Rizvan memang merasa khawatir. Apalagi tugasnya adalah memakamkan jenazah Covid-19. Namun, hingga saat ini ujar Rizvan ia terkonfirmasi negatif Covid-19 berdasarkan hasil rapid test maupun uji swab yang dijalaninya.
"Lama-lama akhirnya kita percaya bahwa Covid-19 itu bukan aib. Bukan penyakit yang mematikan banget asal kita mematuhi protokol kesehatan," katanya.
Meskipun harus menjalani pemakaman dari pagi, siang hingga malam hari, ujar Rizvan, dirinya selalu menjaga kebersihan dan menjaga imun tubuh. Rasa letih ditepisnya. "Yang paling melelahkan itu kadang kita harus menunggu lama keluarnya jenazah dari rumah sakit. Tapi kami juga tidak bisa menyalahkan rumah sakit," ungkap dia.
Namun, kejadian yang paling melelahkan bagi Rizvan yaitu ketika ia mendapatkan penolakan dari warga, ketika pihak keluarga menolak jenazah anggota keluarganya dimakamkan dengan protokol kesehatan Covid-19.
"Kadang jenazah juga sempat diambil paksa. Bahkan kami juga pernah dilempari oleh sampah. Sudah saya sampaikan bahwa Covid-19 itu bukan aib," katanya.
Meski begitu Rizvan tak getir. Menurutnya, pemulasaraan jenazah dengan protokol kesehatan merupakan sebuah keharusan untuk menekan penyebaran Covid-19.
"Untuk masyarakat kami ini tim pemakaman kami hanya menerima pemerintah bahwa ini harus dimakamkan secara protokol kesehatan. Dengan mematuhi protokol itu bisa menyelamatkan semua," ujarnya.
Sementara itu, Korlap Pemakaman dan Penyemprotan Disinfektan dan Alkohol BPBD Kota Malang, Cornellia Selvyana Ayoe, mengatakan akhir-akhir ini memang pihaknya banyak bertugas untuk melakukan pemulasaraan jenazah.
Di awal tahun ini kata Cornellia jika di rata-rata pihaknya bisa melakukan sebanyak 10 kali pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 dalam sehari.
"Jadi ya kami bekerjanya 24 jam penuh. Pernah yang paling banyak itu pada 3 Januari 2021 lalu. Itu kami memakamkan sebanyak 17 kali pemakaman," katanya.
Meningkatnya angka kematian Covid-19 di Kota Malang memang menjadi perhatian dari Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk bisa segera diatasi. Kabag Humas Pemkot Malang, Nur Widianto disebabkan oleh kondisi pasien Covid-19 yang disertai dengan komorbid.
"Kebanyakan kematian karena komorbid," ujarnya.