Kisah Rawan, Pejuang Perintis Kemerdekaan yang Bertempur di Peristiwa Zeven Provinciën
Indonesia telah mencapai umur ke-79, terhitung sejak pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan yang dibacakan oleh Sukarno, didampingi oleh Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945 silam.
Perjuangan untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan ternyata tidak hanya dikerjakan oleh para pejuang, yang tergabung dalam Legiun Veteran Republik Indonesia. Adapula para pejuang yang ternyata sudah melakukan perlawanan terhadap kolonial. Mereka disebut sebagai pejuang atau pahlawan Perintis Kemerdekaan.
Salah satu pejuang Perintis Kemerdekaan tersebut adalah Rawan. Rawan lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada tahun 1909 dan tercatat sebagai salah satu pelaut yang terlibat dalam peristiwa pemberontakan kapal Her Netherlands Majesty's Ship, atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Angkatan Laut Kerajaan Belanda bernama Zeven Provinciën.
Rawan bercerita dalam buku otobiografi guritannya bahwa ia ditugaskan pada tahun 1931 sebagai awak kapal 7. Yakni satu dari tujuh kapal Zeven Provinciën yang berlayar ke sejumlah wilayah di Hindia-Belanda saat itu.
Sebelum kejadian pemberontakan, dirinya sudah mendengar isu akan adanya penurunan upah terhadap para pelaut HNMLS. Mereka awalnya menanggapi itu hanya sebagai gertakan belaka, bukan sebagai ancaman yang berbahaya.
Namun tak lama kemudian para pelaut yang berlayar, baik mereka pelaut Bumiputera maupun Belanda tercengang dengan rumor yang ternyata bukan isapan jempol. Keputusan pengurangan gaji diumumkan secara resmi, masing-masing pada tanggal 26 dan 30 Januari 1933.
Puncak dari kekesalan mereka, para pelaut kemudian menolak keputusan tersebut dengan melakukan pemberontakan di atas geladak Kapal De Zeven Provinciën, terjadi pada Jumat 10 Februari 1933 yang dilakukan dari udara.
Kapal tersebut dijatuhi peledak seberat 50kg oleh pesawat peledan Dornier D-11 dari ketinggian 1.200 meter. Peledak kemudian mengenai titik di dekat anjungan kapal Zeven Provinciën dan langsung meledak.
Ditemui Ngopibareng.id di kediamannya, Jalan Kapasari VII, Krembangan, Surabaya, Soetari, janda dari Rawan menceritakan perhatian dari pemerintah hanya sedikit diterimanya sebagai keluarga pejuang Perintis Kemerdekaan.
Menurutnya, hanya mantan Menteri Sosial dan Gubernur Jatim 2018-2023 Khofifah Indar Parawansa yang peduli dengan keluarga pejuang Perintis Kemerdekaan, termasuk dengan dirinya.
"Dia langsung turun dan kenal sejarah, total beliau, yang lain tidak ada apa-apanya. Pejuang perintis kemerdekaan itu hilang yang ditunjukkan, cuman Veteran, jadi yang dapat mohon maaf, seperti rumah, hanya Veteran, jadi yang disebut pertama pun Veteran, baru Perintis Kemerdekaan, harusnya Perintis kita di awal," ucapnya, Minggu 18 Agustus 2024.
Soetari sebagai satu-satunya janda yang tersisa dari kapal 7, Kapal Zeven Provinciën juga menyinggung peran Pemerintah Kota Surabaya yang pasif kepadanya sejak masa kepemimpinan Tri Rismaharini hingga Eri Cahyadi.
"Tahun lalu dapat souvenir dari tingkat satu (Pemprov Jatim), juga uang ditransfer setiap Hari Pahlawan sama Hari Kemerdekaan, perhatian pemkot kayak sembako ataupun uang tidak ada, terakhir (Walikota) Bapak Bambang DH dan Sunarto," tuturnya.
Soetari, janda kelahiran tahun 1951 tersebut juga menceritakan dirinya mendapat perhatian lainnya dari pemerintah pusat. Tepatnya sejak almarhum Rawan pensiun dari Angkatan Laut pada tahun 1965, berupa pensiunan bulanan.
"Kami juga mendapat pensiunan, gaji ke-13 dan tunjangan hari raya, dari Badan Kepegawaian Negara, dapatnya kisaran Rp2 jutaan," ungkapnya.
Soetari menceritakan almarhum suami tercintanya meninggal pada tahun 1986 karena terkena serangan jantung. Keluarga pun meminta untuk memakamkan Rawan di TPU Rangkah, dibandingkan di TMP Sepuluh Nopember yang terletak di Jalan Mayjen Sungkono, Dukuhpakis, Surabaya.
Soetari dan keluarga pun berharap, khususnya kepada Pemerintah Kota Surabaya, untuk dapat memperhatikan nasibnya dan seluruh keluarga Perintis Kemerdekaan yang masih tersisa di Kota Pahlawan.
"Kalau menyampaikan itu berat juga ya, mau begini ya juga mungkin tidak ya, bagaimana ya, mudah-mudahan kita diperhatikan (Pemerintah Kota Surabaya), begitu saja," pungkasnya.