Kisah Pelajar Indonesia Peraih 4 Beasiswa S2 di Luar Negeri
Sejumlah beasiswa pascasarjana untuk jenjang S2 dan S3 mulai dibuka pada bulan Agustus. Salah satunya adalah beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.
Beasiswa LPDP ini dikhususkan bagi putra putri terbaik negeri untuk melanjutkan pendidikan baik ke luar negeri pun dalam negeri.
Salah satu penerima beasiswa Elysa Meilani Faradina membagikan kisah perjuangannya kepada Ngopibareng.id. Alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) saat ini sedang menunggu keberangkatan ke Belanda untuk menempuh pendidikan master jurusan Food Safety Wageningen University.
“Sebenarnya niat untuk kuliah di luar negeri sudah ada sejak S1. Tetapi karena minim informasi, jumlah beasiswanya terbatas, serta kalau tidak memasuki univ yang lolos SNMPTN sekolah saya bisa disanksi,” kata Elysa membuka percakapan.
Perempuan kelahiran 1998 itu lantas bertekad untuk mewujudkan mimpinya. S1-nya ditempuh dalam waktu 3.6 tahun. Perempuan berkerudung ini lalu menyiapkan strategi agar segera bisa mengenyam pendidikan S2-nya di luar negeri.
Aktif Riset dan Lomba Karya Tulis
Pada saat kuliah sarjana, perempuan asli Cirebon ini mengambil jurusan biologi murni. Dia aktif mengikuti penelitian. Terutama tentang mikroba. Ketertarikannya mikroba itu mengantarkannya mengikuti dan memenangkan lomba karya tulis internasional.
Tak hanya itu, Elysa juga rajin mengikuti olimpiade FMIPA untuk jurusan Biologi. Bahkan, anak semata wayang itu berhasil terpilih menjadi asisten riset di Universiti Putra Malaysia (UPM) selama dua bulan.
“Semangat untuk S2 di luar negeri semakin terpacu saat ikut olimpiade. Teman-teman saya ingin melanjutkan studi di universitas dengan riset terbaik di dunia. Saya akhirnya semakin terpacu untuk ke Wageningen,” katanya.
Lolos 4 Basiswa Sekaligus
Berbekal pengalaman risetnya tentang mikroba di UPI pun UPM, Elysa memberanikan diri mendaftar sejumlah beasiswa. Dari 15 beasiswa yang dia coba, sebanyak 7 beasiswa menolaknya. Sedangkan 6 lainnya lolos hingga tahap akhir. Di mana empat diterima dan dua lainnya masih belum pengumuman.
Keempat beasiswa itu antara lain DAAD Jerman, LPDP Indonesia, Turkiye Burslari Turki, dan Stipendium Hungaricum Hungaria. Tak hanya itu, Elysa juga diminta mengirimkan sejumlah dokumen dari penyedia beasiswa Fulbright Amerika Serikat dan Erasmus+ Eropa.
“Yang lolos empat, yang Fulbright dan Erasmus diminta menyerahkan sejumlah dokumen tetapi saya withdraw. Saya bilang saya memilih beasiswa lain, yaitu LPDP. Biar kuota tersebut diisi sama mereka yang benar-benar ingin kedua beasiswa itu,” katanya.
Juara dua mahasiswa berprestasi itu melanjutkan, ada dua beasiswa yang belum mengirimkan informasi lolos atau tidaknya. Yaitu AAS Australia dan POSCO.
Sementara, untuk bisa memperoleh beasiswa, penerima beasiswa Kemendikbud itu harus menempuh jalan panjang. Butuh perjuangan sekaligus doa. Agar bisa mewujudkan impiannya itu, Elysa memutar otak untuk bisa membagi waktu. Pasalnya, setiap harinya Elysa bekerja sebagai guru di salah satu sekolah Internasional.
Elysa lalu menyiasati hari Kamis hingga Jum’at untuk bekerja, sedangkan saat weekend untuk berburu beasiswa. Tak hanya itu, disela akhir pekan Elysa mengambil kursus persiapan bahasa Inggris selama 4 bulan.
“Ini memang challenging banget ya bagi waktunya. Kadang capek juga, bahkan sering sampai begadang buat mempersiapkan research plan-nya. Tidur bisa dua sampai tiga jam. Waktu itu sebulanan riset, tapi intinya harus ada niat,” sambungya.
Ingin Berkontribusi untuk Negeri
Kala ditanya alasan untuk studi lanjut, peraih IPK Summa Cumlaude itu menyebut dia ingin memberikan sumbangsih kepada negeri melalui perannya. Yaitu dengan mendeteksi mikroba yang ada pada hasil laut. Tujuannya agar bisa membantu mempercepat proses ekpor. Sehingga ikan atau seafood lainnya bisa diekspor dalam jumlah besar.
“Nanti waktu S2 saya akan belajar terkait deteksi mikroba di ikan salmon dan seafood lainnya. Sehingga kita memastikan produk ikan kita berkualitas dan terhindar dari kontaminasi mikroba. Diharapkan bisa ekspor lebih banyak,” katanya.
Elysa menjelaskan, kendala dalam ekspor hasil laut di Indonesia salah satunya adalah pendeteksian mikroba yang lama. Penyebabnya alat deteksi yang digunakan sudah usang. Terlebih membutuhkan lab besar. Dengan kesempatan studinya di Wageningen nanti, Elysa berharap bisa membangun lab riset sendiri.
“Deteksi mikroba masih pakai metode lama, jadi pendeteksiannya bisa seminggu hingga sebulan. Padahal semakin cepat kita memastikan produk kita baik, semakin cepat kita bisa ekpornya,” katanya.
Di sisi lain, yang menarik, rencananya ketika di Belanda nanti Elysa berencana mengenalkan Indonesia di kancah mancanegara. Yaitu mengenalkan hewan dan tanaman endemik yang hanya ada di nusantara.
Tips Lolos Beasiswa
Guru Biologi di Sekolah Pelita Bangsa A Level itu pun tak lupa membagi tips bagi para pemburu beasiswa. Elysa menyebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, melakukan riset. Maksudnya pemburu beasiswa harus riset detil tentang seluk beluk beasiswa.
“Harus riset ya, mekanisme per beasiswa itu berbeda. Jadi pastikan subjek apa yang mau diambil serta biaya apa saja yang dicover. Sedetil mungkin,” paparnya.
Kedua, kriteria apa saja yang dibutuhkan pemberi beasiswa. Pemburu beasiswa bisa melakukan tracking dari para alumni beasiswa yang dituju.
“Selain itu coba di highlight apa yang dicari pemberi beasiswa. Itu nanti disesuaikan dengan nilai yang kita punya. Jadi kita menyesuaikan diri kita dengan kriteria yang dibutuhkan pemberi beasiswa itu,” lanjutnya.
Terakhir, yang tak kalah penting adalah menabung. Sebelum mendapatkan beasiswa dibutuhkan biaya untuk kursus bahasa asing pun mengirim berkas ke universitas yang dituju.
“Menabung juga penting sih. Saat itu keluar banyak untuk kursus IELTS sekaligus ngambil tesnya. Ngirim berkasnya ke univ di luar negeri juga butuh biaya,” tutupnya.