Merantau di India, Pelajar Indonesia Saksikan Tsunami Covid-19
Berbaju hitam berlengan pendek, Naufal Rizkulloh tampak santai. Duduk di sebuah kursi dia memakai earphone berwarna hitam. Dengan ramah Naufal mengangkat panggilan video dari Ngopibareng.id.
“Iya bisa dimulai kok, saya baru saja selesai salat Magrib,” kata Naufal membuka percakapan.
Mahasiswa S2 Mangalore University
Naufal adalah salah satu mahasiswa Indonesia yang mengenyam pendidikan di luar negeri. Tepatnya di bumi Mahatma Gandhi, India. Saat ini Naufal mengambil jurusan English Literature di Mangalore University. Terhitung sejak Juli 2019 pria kelahiran 1995 itu menempuh S2-nya di negara asal Shah Rukh Khan itu.
Berada jauh dari orang tua bukanlah hal baru bagi anak ketujuh dari tujuh bersaudara ini. Sebelumnya Naufal terlatih merantau selama lebih dari tujuh tahun. Bedanya, kali ini kemandiriannya lebih diuji. Hidup di negara orang tidaklah mudah.
Bagi Naufal dua tahun ini adalah waktu yang berat. Sejak 2020 pria asli Bogor itu tak bisa bertolak ke kampung halaman. Bukan tanpa alasan, pandemi covid menyebabkan pemerintah India mengeluarkan kebijakan ‘lockdown’.
Naufal mengingat, awal Maret 2020 dia hendak membeli tiket pulang ke Indonesia. Namun dirinya dilanda kegamangan. Naufal khawatir durasi libur semester tidaklah lama. Maklum, sebab liburan ini adalah masa transisi ke semester selanjutnya.
Merasakan Lockdown di India
Kala baru mau memesan tiket, Naufal dikagetkan dengan berita lockdown total di seluruh wilayah. Mau tak mau Naufal harus bertahan di negeri Bollywood itu.
“Sebenarnya mau beli tiket, tapi ragu kalau liburnya pendek. Tiba-tiba 14 Maret dengar kabar kalau India menutup akses ke luar. Jadi ya harus tetap di sini,” kata Naufal.
Mengetahui hal itu Naufal lantas berburu kebutuhan sehari-hari. Dia membagi tugas dengan temannya untuk memperoleh sembilan bahan pokok (sembako). Beruntung asrama tempat dia tinggal berjarak kurang dari 50 meter dengan pasar dan mini market. Tak hanya itu, Naufal juga mendapat pasokan sembako dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Mumbai.
Naufal pun sempat mengalami panic buying. Eks santri pondok pesantren Rafah Bogor itu tak menyangka pemerintah akan mengambil kebijakan demikian. Di benaknya, Mangalore hanyalah sebuah kota kecil jika dibandingkan dengan Mumbai dan Delhi.
Saksi Tsunami Covid di India
Senada dengan satu tahun silam, tahun ini lagi-lagi naufal tak bisa menikmati kehangatan lebaran dengan keluarga. Gelombang kedua covid di India membuat pemerintah menutup seluruh akses masuk pun keluar.
Naufal mengenang, tahun lalu lebih berkesan dibandingkan dengan sekarang. Pada tahun 2020 Naufal masih merayakan buka bersama dan lebaran dengan mahasiswa muslim yang lain. Terlebih, kala itu masih ada beberapa mahasiswa Indonesia yang tinggal di sana.
Yang paling asyik, Naufal sempat merayakan makan bersama di Hall asrama. Tak tanggung-tanggung penganan yang dihidangkan ada dari beragam negara. Seperti Afganistan, India, dan Indonesia.
Sedangkan tahun ini jumlah pelajar yang beragama Islam berkurang 50 persen. Kendati demikian Naufal mengaku bersyukur lantaran diundang mahasiswa Yaman untuk berkumpul bersama.
“Tahun lalu ada sekitar 35 orang. Makannya ada Samosa, Kue Afganistan, kalau dari Indonesianya soto sama gulai daging. 2021 ini Cuma ada 10 orang, kami diajak makan Kabsa karena mayoritas banyak dari Yaman,” kata Naufal.
Di sisi lain, lantaran tak bisa pulang sehari-hari Naufal menyibukkan diri dengan mengikuti organisasi. Satu di antara nya Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia. Naufal juga tergabung dalam PPI India di divisi pendidikan. Naufal disibukkan dengan beragam kegiatan webinar dan diskusi.
Ketika dia rindu rumah, Naufal memanfaatkan teknologi yang ada. Dia menjadwal telepon keluarga sekali seminggu. “Yang bikin sedih itu waktu video call sama ponakan usia 4-5 tahun. Mereka nanyain kapan pulang. Saya bingung jawabnya, meskipun kangen tapi yam au gimana lagi,” ucap Naufal dengan muka mengiba.
Beli Kecap dan Indomie di Amazon
Selain merindukan keluarga tercinta, Naufal tak bisa lepas dari lezatnya citarasa nusantara. Hidup lebih dari setahun di India tak membuat Naufal lupa jati diri. Sebagai pecinta manis Naufal tak bisa makan tanpa kecap. Untuk memperoleh kecap ini Naufal sampai rela membeli di situs belanja online terkemuka Amazon.
Meskipun harganya lumayan menguras kantong, Naufal mengaku tak keberatan. Baginya hal tersebut sepadan dengan yang dia dapat. Tak ada yang mampu menandingi rasa buatan dalam negeri.
Selain kecap, penganan lainnya yang tak boleh ketinggalan adalah mi instan Indomie. Rasa khasnya di lidah membuat Naufal tak mampu berpaling ke lain hati. “Saya beli kecap Rp 80 ribu per 600 mililiter. Kalau minya Rp 360 ribu satu kardus. Saya belinya di Amazon, nyari yang asli produksi dari Indonesia. Kalau selain dari negeri sendiri rasanya beda, ada yang kurang gitu,” tutup lulusan S1 Universitas Ibn Khaldun Bogor itu.