Kisah Lampu Antik dan Kiai Hasyim Muzadi, Awalnya Cukup Tegang
KH Ahmad Hasyim Muzadi (almaghfurlah), dalam ceramahnya kerap memberi contoh, dan humor segar. Suatu ketika, Ketua Umum PBNU 1999-2010 ini bercerita tentang kejujuran orang Jepang.
Bila ada orang di Jepang memalsukan kualitas barang, maka tokonya langsung ditutup.
"Sementara di Indonesia, keliru terus. Buah-buahan yang katanya manis, tapi nyatanya kecut".
Bahkan suatu hari, Kiai Hasyim Muzadi menyampaikan humor dari pengalamannya sendiri. Awalnya memang cukup tegang, tapi begini yang terjadi:
"Saya pernah beli lampu di Jalan Surabaya. Kalau lampu yang kuno (atau antik) harganya mahal, Rp2,5 juta. Nah, kalau yang baru harganya cuma Rp650 ribu. Saya bilang, saya minta yang kuno, pak".
"Oh iya, pak haji. Ini tinggal satu yang kuno,” kata penjualnya.
Setelah diberikan kepada saya, ternyata kogh lampu baru. Kan kelihatan sekali itu cetakan baru. Ceritanya.
"Lho... ini kan baru, pak! Bukan kuno", kata Abah, panggilan Kiai Hasyim Muzadi, di antara orang dekatnya.
"Hadeuh... sampean ini kogh rewel. Sampean biarkan saja, nanti lama-lama kuno sendiri..." jawab penjualnya.
"Mati aku!..." gumam Abah.
"Wah, ini orang belum tahu siapa yang beli ini. Akhirnya saya bayar Rp650 ribu", kata Abah.
"Lho pak haji, kurang ini uangnya". cetus penjualnya.
"Ya, nanti sisanya kalau sudah kuno", jawab Abah sambil tertawa.
"Lho... Bapak dari Sidoarjo?", tanya penjualnya.
"Bukan, saya dari Malang", jawab Abah.
"Malangnya mana, pak haji?", tanyanya lagi.
"Itu ‘kan di Malang ada Pondok Pesantren Al-Hikam, nah itu pondok saya", jawab Abah dengan senyum.
"Waduh, bapak ini KH. Hasyim Muzadi toh... Kenapa bapak gak bilang, bisa kualat saya!", jawab penjual sambil merundukkan kepalanya.
Begitulah kebanyakan praktik di Indonesia. Banyak orang lebih takut kepada manusia daripada sama Allah. Padahal Allah selalu melihat bahkan dalam keadaan tersembunyi sekalipun.
"Tepatnya saya lupa di mana beliau mengisi seminar. Tapi kala itu Abah menjelaskan dan bercerita perjalanannya sewaktu ke Jepang, yang praktik tata nilai ajaran Islam ada di sekitaran tempat menginapnya," tutur Makmun Rasyid, Santri Kiai Haji Hasyim Muzadi, yang menceritakan kembali kisah ini.