Kisah Budihartono, Korban PHK yang Sukses Geluti Usaha Atap Berbahan Ilalang di Banyuwangi
Sebuah usaha pembuatan atap dari anyaman ilalang dilakoni, Budihartono, 37 tahun, warga Dusun Krajan, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah. Usaha ini memberdayakan 15 orang tetangganya. Dari usaha ini, Budi, panggilannya bisa menghasilkan omset hingga puluhan juta rupiah setiap bulannya.
Usaha ini mulai digeluti Budi pada tahun 2019. Kala itu, dia baru saja mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sebuah perusahaan rokok. Setelah kena PHK, Budi sempat kerja freelance di sebuah toko gadget. "Karena ada pengurangan karyawan, jadi gak kerja. Awalnya coba-coba," jelasnya, Selasa, 17 September 2024.
Merintis usaha ini tak mudah. Diawal, dia berulangkali mencoba namun tak berhasil membuat atap berbahan anyaman ilalang yang diinginkan. Kemudian dia mulai mencari referensi dari Youtube. Sampai akhirnya dia bisa membuat produk anyaman ilalang seperti sekarang ini. Dia kemudian mengajak tetangganya untuk menekuni usaha ini.
Anyaman ilalang produksinya pertama kali digunakan untuk membuat atap makam penari gandrung perempuan pertama di Banyuwangi, Mbah Semi. Lokasi makam berada di wilayah Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan, Giri Banyuwangi.
Bersamaan dengan itu, Budi mulai memasarkan produknya melalui media sosial. Beberapa kafe mulai tertarik untuk menggunakan anyaman ilalang buatannya. Kini usahanya semakin berkembang dan diminati. "Sudah merambah ke hotel-hotel," katanya.
Kini Budi bisa memberdayakan 15 orang dari warga sekitar rumahnya untuk bekerja. Dalam sebulan dia bisa memproduksi sedikitnya dua ribu lembar atap anyaman ilalang berukuran 2x1 meter. Satu lembarnya dihargai Rp15 ribu rupiah. Sehingga dia bisa meraih omset sekitar Rp30 juta per bulan.
Bahan baku ilalang didapatkan dengan beberapa cara. Ada yang dari wilayah tempat tinggalnya, membeli dari warga dan sebagian juga dari 'berburu' di wilayah lain. Ilalang yang digunakan juga harus sesuai ukuran. Harus panjang. Kemudian dijemur 4 sampai 5 hari hingga ilalang mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan. "Jika pemasangan rapat, dengan jarak antara 4-5 cm, bisa bertahan hingga 15 tahun," katanya.
Bahan baku ilalang ini, sambung Budi cukup sulit didapat saat musim kemarau. Kalaupun ada, panjang ilalang tidak sesuai ukuran yang diinginkan. Namun jika musim hujan ilalang bisa didapatkan dengan mudah. "Belajar dari pengalaman, pada musim hujan kita menyetok bahan," bebernya.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sempat mengunjungi usaha Budi saat menggelar Program Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa) di Desa tersebut. Ipuk menyebut, usaha yang digeluti Budi adalah ide yang sangat kreatif. "Seiring pariwisata yang tumbuh di Banyuwangi pasti pasar dari anyaman ilalang untuk atap ini sangat menjanjikan,” katanya.
Ipuk menjelaskan, saat ini mindset kebanyakan orang ketika membuat hotel, penginapan, atau home stay konsepnya yang natural yang kembali ke alam. Atap ilalang, kata Ipuk, ini salah satu ciri khas dari dari tradisionalitas dan naturalitas.
Ipuk menyebut, produk buatan Budi sudah diminati hingga ke manca negara. Bahkan ada tawaran dari luar negeri. Tapi karena beragam keterbatasan, Budi belum sanggup memenuhi permintaan itu. "Karena memang keterbatasan sumber daya manusia dan juga bahan bakunya," pungkasnya.