Kisah Hikmah, KH Ahmad Dahlan dan Peralatan Orang Kafir
KH Ahmad Dahlan (wafat 1923) selama hayatnya, dikenal menghormati tamunya sangat mengesankan. Rendah hati, ikhlas dan sangat santun. Tak menunjukkan dia sebagai kiai besar dan pejabat keraton sebagai khatib Masjid Besar Kauman, Jogjakarta.
Berikut kisah A. Munir Mulkhan, dipetik dari buku Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah:
Suatu hari tamu Kiai Dahlan datang dari Ponorogo untuk keperluan di Yogyakarta. Termasuk urusan dengan Muhammadiyah. Setelah lama berbincang dengan tamunya, lalu tiba waktunya makan bersama.
Selesai makan, Kiai Ahmad Dahlan kemudian mencuci tangan tamunya dengan teko yang selalu tersedia di ruang tamu.
Sambil membasuh tangan tamunya, Kiai Ahmad Dahlan berkata, bahwa tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghormati tamunya kecuali hanya dengan mencuci tangan tamunya.
Kisah lainnya suatu waktu sahabat Kiai Ahmad Dahlan bertamu ke rumahnya. Setelah berbincang cukup lama, waktu shalat pun tiba. Tamu itu berkata, pakaiannya terkena najis yang tidak bisa dipakai untuk shalat.
Kiai Ahmad Dahlan lalu mengajak tamunya masuk ke ruang dalam. Lalu membuka lemari dan meminta tamunya memilih sendiri pakaian yang disukai di antara pakaiannya.
Waktu pun berlalu setelah itu. Suatu saat sahabatnya datang bermaksud mengembalikan pakaian yang dipinjamnya dari Kiai Dahlan. Tapi Kiai Dahlan menolaknya. Dia berkata, pakaian itu sudah dihibahkan kepada kepada sahabatnya.
Tamu dari Magelang
Lain lagi gaya KH Ahmad Dahlan sewaktu menerima tamu dari Magelang. Kali ini tamunya agak lain. Dia juga kiai tapi tak bersahabat sama sekali. Dia datang ingin melihat kebenaran berita yang didengarnya bahwa Kiai Dahlan membangun pendidikan meniru cara orang Belanda.
Setelah melihat sekolah Kiai Dahlan seperti model Belanda maka Kiai Magelang itu mengolok-oloknya sebagai kiai kafir atau kiai Kristen karena sekolahnya menyerupai gaya kafir Belanda.
Seperti dilansir situs pwmu.or.id, dengan tenang Kiai Dahlan balik bertanya kepada tamu, dengan kendaraan apa dia datang ke Yogya. Orang Magelang itu menjawab, naik kereta api. Mendengar jawaban itu, Kiai Ahmad Dahlan menyarankan agar dia waktu pulang nanti berjalan kaki saja.
Kiai dari Magelang itu heran tak mengerti maksud ucapan Kiai Dahlan. Lalu dijelaskan, kalau dia pulang ke Magelang naik kereta api berarti telah mempergunakan peralatan orang kafir.