Kisah Fachry Ali: Kiai Abdurrahman Wahid dan Mobil Herbert Feith
Selalu ada cerita yang mengesankan dari Fachry Ali, pengamat sosial politik yang berdarah Aceh ini. Soal KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan perjalanannya memahami orang-orang pesantren, demikian mengesankan baginya.
Berikut Fachry Ali bercerita tentang seorang Indonesianis asal Australia, Herbert Feith dan Gus Dur. Menarik, sekaligus mengesankan akan hal-hal kecil tokoh-tokoh legendaris.
Herbert Feith sebenarnya sangat jarang menggunakan mobil tuanya ke kampus Monash University, Australia. Ia lebih memilih mengayuh sepeda dari Jalan Kyara ke kampus berjarak 15 km. Hanya ketika ada kawan-kawannya datang dari berbagai pelosok dunia ia menggunakan mobil —untuk tujuan membantu transportasi.
Nah, untuk konfrensi di Monash University yang dihadiri Kiai Abdurrahman Wahid, seperti telah saya ceritakan sebelumnya, (30 Juni 2020), mobil tua itu keluar bersama Herbert Feith.
Beberapa kawan, dalam perjalanan ke bukit Dandenong, ikut serta di dalam mobil Herbert Feith. Karena berempati, saya juga menawarkan kepada Kiai Abdurrahman Wahid agar turut serta dalam mobil Herbert Feith. 'Kan lebih enak, dalam hati saya, sesama senior duduk dalam satu mobil. Yang yunior biar bersama saya.
Tetapi Kiai Abdurrahman Wahid menjawab: ‘Saya naik mobil Fachry saja. Biar yang lain ikut Herb,’ -- panggilan akrab Herbert Feith.
Ketika pulang, teman-teman yang naik mobil Herb bercerita. ‘Gawat,’ kata mereka. ‘Mengapa?’
Mereka menjawab: ‘Dalam menyetir Pak Herb suka nengok ke belakang untuk menjawab pertanyaan mereka yang duduk di belakang. Padahal, jalan bukit Dandenong sedang menanjak dan berliku.’
Maka saya bertanya kepada Kiai Abdurrahman Wahid: ‘Itu sebabnya Cak Dur tidak mau naik mobil Pak Herb?’
Kiai Wahid tertawa ngakak. ‘Bukan hanya itu,’ sambungnya. ‘Beberapa tahun lalu saya ikut mobil dia. Masuk ke mobil harus lewat jendela. Soalnya pintu mobil tidak bisa dibuka.’