Kisah Dua Dokter di Antara Lockdown and Slowdown
Pagi ini, saya merasa perlu bercerita soal dua sahabat saya yang kini sedang berjibaku, berjuang tak kenal lelah di tengah Pandemi Covid 19. Keduanya sama-sama seorang dokter. Mereka berdua bersahabat, pernah berpraktik mengobati pasien bersama belasan tahun, dan sama-sama berdarah aktivis pergerakan Islam.
Keduanya mengerti betul tentang bagaimana cara kita mempersembahkan hidup ini untuk kepentingan orang banyak. Jiwa keduanya risau jika melihat ada orang yang diperlakukan tidak adil. Atau melihat orang susah yang membutuhkan pertolongan.
Keduanya juga mengerti secara benar arti pentingnya menyelaraskan pemahaman akan masalah-masalah yang terkait keislaman dan keindonesiaan.
Untuk pemahaman yang seperti itu, kedua dokter itu memilih hidup berjuang. Namun kini kedua dokter yang “nyaris lupa” memegang jarum suntik itu menempuh jalan yang berbeda.
Yang pertama adalah seorang Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Daeng M Faqih, SH. MH. Di tengah Pandemi Covid-19 ini, namanya sering menghiasi halaman-halaman media cetak maupun elektronik.
Di sela-sela kesibukannya sebagai dokter, ia lebih banyak mengurus organisasi IDI yang ia nilai sebagai wadah berjuang menjaga kesehatan masyarakat.
“Jika masyarakat sehat, maka bangsa ini akan kuat, oleh karena itu organisasi profesi kedokteran ini harus kita kawal agar para dokter terus bekerja secara profesional, bro,” demikian dokter Daeng itu berusaha menyakinkan saya.
Dokter Daeng yang berpenampilan Slow (bukan Down) ini memiliki sikap hidup yang altruistik. Ia kerapkali mementingkan kepentingan orang banyak. Untuk itu beliau memilih hidup sederhana agar lebih relax.
“Hidup sederhana itu membuat kita menjadi sehat dan lebih relax, dan yang terpenting hidup ini harus berguna bagi orang lain,” cetusnya suatu ketika.
Dokter Daeng tak segan-segan naik Ojek untuk menembus Jakarta yang selalu macet agar ia datang tepat waktu pada setiap kegiatannya.
Ok, itulah dokter Daeng yang sejak muda selama mahasiswa sudah berjibaku mengurus Bakornas Lembaga Kedokteran Mahasiswa Islam ( LKMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Terhadap pria kelahiran Pamekasan, Madura itu saya berharap suatu ketika kelak ada Nation Call, panggilan tugas negara untuk menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Yang kedua adalah Dr. Ali Mahsun, M. Biomed. Seorang dokter alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan Universitas Indonesia.
Dokter Ali semula dikenal sebagai seorang ahli kekebalan tubuh. Namun kini lelaki kelahiran Jombang itu lebih banyak mengurus ekonomi rakyat jelata yang dia himpun dalam Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI).
Jika saya bertemu dengannya, saya suka meledeknya dengan sebutan “Dokter Kaki Lima”. Hampir tiap hari beliau mengirimkan foto kegiatannya di APKLI, juga rentetan semangatnya dalam mendorong pedagang kaki lima di seluruh Indonesia.
Kepada saya ia sering berkata agar tetap bersemangat. Dokter Ali kegiatannya sangat padat, ia bisa setiap hari berpindah pindah dari kota yang satu ke kota yang lain untuk mengurus pedagang kaki lima. Menurut dokter Kaki Lima ini, ketika Krisis Ekonomi 1998 lalu, pedagang kaki lima itulah yang menjadi penyangga dan penyelamat utama ekonomi bangsa ini.
Oleh karena itu, lanjutnya, pedagang kaki lima harus mendapatkan perhatian yang serius dan memadai di tengah keterpurukan yang menghantam hidup mereka dikala Pandemi Covid-19 ini.
“Kasihan masyarakat kecil pedagang kaki lima, rata-rata merekalah yang kini sangat terpukul akibat Covid-19 ini, itu terjadi diseluruh Indonesia,” keluhnya dengan muka sedih.
Menurut Ketua Umum APKLI ini, para pedagang kaki lima hidup mandiri tanpa perhatian yang memadai dari pemerintah. Merekalah pahlawan dalam krisis ekonomi nasional 1998. Melalui kerja keras mereka, ekonomi cepat bergerak kembali di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, disaat mereka susah seperti saat ini sangat butuh uluran tangan pemerintah baik pusat maupun daerah.
Setiap saat dokter Ali ini melakukan monitor terhadap para pedagang kaki lima ini di seluruh Indonesia, namun berbagai skema bantuan yang dijanjikan Presiden Jokowi beberapa hari lalu itu pun belum juga turun kepada mereka.
“Untuk itu kami mengirimkan maklumat kepada Presiden dan para pemimpin di negeri ini agar bantuan tersebut dibagikan kepada mereka,” jelas dokter Ali mengingatkan.
Dokter Ali juga seorang aktivis mahasiswa. Sejak muda ia pernah memimpin sejumlah organisasi. Ia pernah memimpin Bakornas Lembaga Kedokteran Mahasiswa Islam PB HMI, sebelum Dokter Daeng.
Melihat kerja keras dan dedikasinya pada orang-orang kecil, terhadap sahabat yang satu ini saya berharap akan mendapat tugas yang lebih besar dari negara. Semoga.
Meskipun kedua sahabat saya itu bekerja dalam dua lapangan yang berbeda namun menerka berjumpa dalam muara pengabdian yang sama yaitu kepentingan hidup masyarakat banyak.
Semoga Allah memberi jalan kesehatan kepada keduanya agar tetap bisa mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Fathorrahman Fadli*
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)