Kisah Cinta James-Made Berakhir Mutilasi
Oleh: Djono W. Oesman
Ada yang mengejutkan di pembunuhan-mutilasi James Loodewyk Tomatala, 61, terhadap istri, Ni Made Sutarini, 55. Ternyata Made dimutilasi saat masih hidup. Itu terungkap di rekonstruksi di rumah mereka, Jalan Serayu, Malang, Jatim, Selasa, 23 Januari 2023. Pasti, korban kesakitan.
—-------------
ITU diungkap pemimpin rekonstruksi, Kasat Reskrim Polres Malang, Kompol Danang Yudanto, mengatakan kepada wartawan, begini:
"Korban dipotong (mutilasi) saat kondisi masih hidup. Terungkap pada adegan ke tiga. Setelah korban dipukul, sehingga pingsan. Dicekik tapi tidak meninggal. Kemudian dipotong pakai pisau kecil di bagian depan leher. Kepala belum putus. Lalu, kepala diangkat kemudian dipotong pakai pisau besar di tulang leher belakang.”
Maka, penyebab kematian bukan karena cekikan. Melainkan potongan pada leher bagian depan. Sedangkan, pemotongan tulang leher (bagian belakang) diperkirakan terjadi saat korban sudah meninggal, ketika dipotong leher bagian depan.
Sangat sadis. Jarang orang mampu melakukan itu. Apalagi dilakukan terhadap istri yang sudah dinikahi selama 31 tahun, sudah menghasilkan dua anak yang sudah pada dewasa.
Itu pasti hasil ledakan kemarahan tersangka. Terjadi Sabtu, 30 Desember 2023 sekitar pukul 16.00 WIB. Tubuh korban dipotong jadi 10 bagian. Semua dimasukkan ke ember plastik besar warna abu abu, kecuali potongan badan tergeletak di kamar mandi. Esoknya, Minggu, 31 Desember 2023 James menyerahkan diri ke Polsek Blimbing.
Padahal, ketika James-Made ketemu pertama kali di tahun 1992 di sebuah rumah sakit swasta di Surabaya, mereka pasangan ideal. Bagai Romeo-Juliet. Made perawat di RS tersebut, James pasien yang kebetulan dirawat Made di situ.
Waktu itu, Made yang asal Klungkung, Bali, sangat cantik. Mirip penyanyi top zaman itu, Grace Simon. Sedangkan James, keturunan Jerman-Manado, tampan dan gagah. Ia pegawai PLN Surabaya. Benar-benar serasi, ideal.
Mereka lantas saling tertarik. Berpacaran, menikah, hidup bahagia. Setelah nikah, mereka lantas pindah ke Malang. Karena James dipindah tugas. Rumah mereka, ya… di rumah TKP pembunuhan itu.
Diceritakan keluarga Made, Wayan Surata, pihak keluarga Made memandang pernikahan James-Made, bahagia. Kecuali satu hal: James ringan tangan. Sering KDRT. “Tapi, Made menahan sabar. Tidak pernah lapor polisi, demi anak mereka,” kata Wayan, kini mukim di Klungkung, Bali.
Setelah anak-anak dewasa, si sulung perempuan bekerja di Singapura, dan bungsu laki-laki bekerja di sebuah RS di Bali, tinggallah James-Made berdua di rumah. Saat itulah, Januari 2023, Made pergi meninggalkan James. Karena sering KDRT itu. Waktu itu momen yang dianggap tepat bagi Made untuk pergi. Setelah anak-anak dewasa dan tinggal terpisah dari rumah mereka.
Kepergian Made membuat James marah. Sangat marah. Kepada seorang tetangga (saksi penyidikan polisi), James pernah berkata: “Kalau dia (Made) ketemu saya, bisa saya bunuh,” ujar saksi, menirukan ucapan James, dulu. Ternyata ucapan itu terbukti.
Terbuktinya, pun dikatakan James kepada tetangga, pada Minggu, 31 Desember 2023 pagi. James minta tolong tetangga pria, memindahkan barang berat. Si tetangga mau. Mengikuti langkah James menuju rumah James. Lalu James membuka pintu pagar halaman.
Mereka masuk. Lantas, James berkata ke tetangga: “Iku cak…bojoku wis tak pateni.” Sambil menunjuk ke ember plastik besar warna abu abu, tergeletak di depan teras.
Tetangga itu bingung. Heran. Mendekati ember, mengamati teliti. Kaget luar biasa. Ia kabur ketakutan. Setelah itu James berangkat ke Polsek Blimbing, menyerahkan diri.
Mengapa suami-istri yang tampak bahagia bisa berakhir begitu tragis? Mengapa KDRT bisa mencapai puncaknya sekejam itu?
Sebenarnya, KDRT terjadi di banyak pasangan suami-istri. Meski semua penduduk Indonesia beragama (terbukti di KTP). Problem rumah tangga sangat banyak dan kompleks. Rumit. Belit-membelit. Tapi sedikit yang berakhir dengan pembunuhan. Lebih sedikit lagi, yang berakhir sesadis James.
Berarti, selain ajaran agama, orang juga perlu petunjuk di luar agama, agar tidak KDRT. Tapi petunjuk yang bisa dipercaya.
Buku berjudul: The Rules of Love (2023) karya penulis Inggris, Richard Templar (1950-2006), best seller internasional. Buku ini dicetak pertama 2009, cetakan ke-4, 2023. Sesuai judul, berisi petunjuk praktis tentang cinta suami-istri, juga cinta terhadap sesama manusia.
Kutipan buku itu: “Hubungan yang kuat dan penuh kasih adalah inti kehidupan manusia. Beberapa orang sangat ahli dalam hal itu. Mereka menemukan pasangan yang membuat mereka bahagia. Sebab, mereka tahu secara naluriah, bagaimana menangani masa-masa sulit, sambil menjaga segala sesuatu tetap segar dan bermanfaat.”
Dilanjut: “Mereka memiliki kemitraan yang bertahan dalam ujian waktu dan ribuan problem. Membuat aneka problem terlihat gampang.”
The Rules of Love ditulis dalam bentuk tema-tema. Satu tema disebut aturan (rule). Sehingga pembaca bisa memilah, memilih sesuai problem yang bagi pembaca adalah hal sulit.
Aturan 1. Jadilah diri sendiri. Bukankah sangat menggoda untuk menemukan kembali diri Anda ketika Anda bertemu orang baru yang sangat Anda sukai? Atau mencoba menjadi orang yang menurut Anda mereka cari? Anda bisa menjadi sangat canggih atau mungkin kuat, pendiam, dan misterius. Setidaknya Anda bisa berhenti mempermalukan diri sendiri dengan melontarkan lelucon di momen yang tidak pantas, atau bersikap menyedihkan dalam menghadapi masalah. Soalnya, jika Anda berpura-pura, Anda menjadi orang yang bukan Anda.
Di suatu tempat di luar sana ada seseorang yang menginginkan orang seperti Anda, lengkap dengan segala kekurangan dan kegagalan yang Anda alami. Mereka bahkan tidak akan melihatnya sebagai kekurangan dan kegagalan. Mereka akan melihatnya sebagai bagian dari pesona unik Anda. Dan mereka benar.
Aturan 2. Selesaikan problem, jangan pernah berpindah (ganti) pasangan. Semua orang terluka oleh kehidupan. Ini hal pasti. Tidak bisa dihindari. Beberapa dari kita menjadi lebih buruk daripada yang lain. Tentu saja, bekas luka yang memberi kita karakter. Jadi tidak semua luka buruk dalam jangka panjang. Dalam Bahasa Indonesia: Badai pasti berlalu.
Jika hubungan terakhir Anda membuat Anda sedikit mengalami kehancuran emosional, lebih baik perbaiki kerusakan tersebut, daripada mencari pasangan baru.
Jika Anda beralih ke pasangan yang baru, tetap saja Anda akan berakhir dengan kegagalan. Intinya, kegagalan bukan disebabkan pasangan, melainkan ada yang salah pada diri Anda.
Aturan 3. Anda tidak akan bahagia dengan pasangan sampai Anda bisa bahagia sendiri.
Anda harus bahagia dan aman, dalam kesendirian. Dengan begitu, Anda tidak akan pernah terjebak dalam situasi yang buruk karena takut ditinggal sendirian. Jika gagal, Anda bisa pergi begitu saja. Terlalu banyak orang yang bertahan dalam hubungan yang tidak bahagia, karena takut hidup sendirian.
Setelah Anda menguasai hal ini, Anda tidak akan pernah tinggal bersama orang lain, hanya karena Anda mencintai mereka dan mereka membuat Anda bahagia. Sendirian itu menyenangkan, tapi bersama mereka jauh lebih baik.
Jadi, kuncinya adalah Anda harus bisa merasa nyaman hidup sendirian. Tidak takut ditinggal sendirian. Tapi bersama pasangan dan anak-anak, hidup jadi jauh lebih baik.
Di kasus James, cocok dengan Aturan ke-3. Made berani meninggalkan James, meski mereka sudah menikah 31 tahun. Karena dia berani, dan merasa nyaman, hidup sendirian.
Sebaliknya, James tidak berani, dan merasa tidak nyaman, hidup sendirian. Ia terus memburu Made. Bahkan mengancam (kata tetangga) bakal membunuh Made, yang sudah ia buktikan.
Jika dibalik, seumpama James juga merasa nyaman hidup sendirian, barangkali cerita hidup bakal lain. Ia akan memandang Made sebagai sahabat, setelah Made pergi. Tidak perlu membunuh. Terpenting, ia lolos dari hukuman mati.