Kisah Budi Satrio, Si Peracik Sabun Tokoh Nomor Dua JAD Surabaya
Budi Satrio (48), terduga teroris ditembak mati oleh Densus 88 di kediamannya, Puri Maharani Blok A4/11, RT 13 RW 05 Masangan Wetan, Sukodono, Sidoarjo. Menurut Ketua RT 13 Supardi, penggerebekan terjadi Senin (14/5) sekitar pukul 07.30 WIB.
Sebelum penggerebekan, Budi sempat mengantarkan istrinya yang merupakan pegawai Departemen Agama Provinsi Jawa Timur.
Begitu pulang, Budi langsung masuk rumah. Tiba-tiba Densus 88 mulai berdatangan. Ada 6 mobil dan lebih dari 20-an personel.
Supardi mengatakan, Budi sempat melakukan perlawanan. Sebab, ia sempat mendengar dua kali suara ledakan dari dalam rumah.
“Rumahnya dia kan kekunci, didobrak, nah terdengar dua kali suara tembakan,” tambah Supardi.
Menurut Supardi, sehari-hari Budi hanya tinggal berdua dengan istrinya, Wikoyah. Budi bekerja sebagai wiraswasta yakni meracik sabun cair di rumahnya. Keduanya, hanya tinggal di rumah itu sejak tahun 2006. Sebelumnya, pasangan yang tidak punya anak ini tinggal di Surabaya.
Budi juga dikenal warga yang ramah dengan tetangganya. Ia cukup sering mengikuti kegiatan RT seperti kerja bakti.
“Kalau RT sering ikut, enggak tertutup banget orangnya. Cuma enggak pernah ikut kegiatan kalau yasinan,” papar Supardi.
Sementara itu, Wikoyah juga cukup aktif berkegiatan dengan warga. Menurut Supardi, Wikoyah sehari-hari selalu menggunakan cadar.
“Mulai enam bulan terakhir ini cadaran. Sebelumnya kadang bercadar kadang enggak. Kalau Pak Budi sering jamaah di Masjid,” tutur Supardi.
Sebelum bekerja sebagai peracik sabun, Budi yang merupakan lulusan ITS ini pernah menjadi guru.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut Budi Satrio merupakan tokoh nomor dua di Jamaah Anshorut Daulah (JAD) Surabaya. Maka, dengan kata lain, Budi memiliki posisi di bawah Dita Oepriarto yang disebut Kapolri sebagai pimpinan JAD Surabaya.
Kenyataan tersebut jelas membuat teman Budi semasa sekolah terkejut. Ia pun curhat lewat akun Facebook miliknya, @ Hendry Budiarto Putra tentang, ‘Terduga Teroris Budi Satrio Terbunuh’.
“BS (Budi Satrio) merupakan tokoh nomer 2 di JAD ‘Jamaah Ansharut Daulah’ yang ditembak mati densus 88 tadi pagi (Senin, 14 Mei 2018) di perumahan Puri Maharani Blok A4/11, Desa Masangan Wetan, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo. Keseharian berprofesi sebagai produsen home industri detergen, pernah bersekolah di SMAN 6 Surabaya dan Sarjana Teknik Kimia ITS,” cerita Hendry di awal kisahnya.
Ia mengenal Budi sebagai sosok yang menyenangkan. Budi bahkan punya hobi seperti remaja lain seusianya yang gemar naik gunung dan main musik.
“Sebagai teman sekelas saya kala itu, semasa dibangku SMA, BS adalah orang yang menyenangkan, naik gunung bareng, bermain musik pun bareng, dengan lagu kesukaan saat manggung membawakan lagu Twisted Sister ‘You are gona take it’,” sambung Hendry.
Namun di kelas 3, lanjutnya, Budi mulai berubah hingga duduk dibangku kuliah. “Ia masuk dalam aliran yang ekstrem, ketika melanjutkan kuliah di ITS kabar yang saya terima dari teman-temanpun semakin ekstrem dan sulit guyub seperti sebelum-sebelumnya,” tutur Hendry.
Sejak itu, Hendry maupun teman lainnya mengaku sulit berkomunikasi apalagi bertemu Budi. Pria 48 tahun itu bahkan absen saat digelar reuni SMAN 6 Surabaya.
“Waktu silih berganti, lama tak pernah ada kabar, saat reuni diundang pun tak juga mau bergabung,” ucap Hendry.
Lama tak ada kabar, Hendry akhirnya bisa melihat sosok sang sahabat. Namun sayang, pertemuan itu justru terjadi saat Hendry menyaksikan breaking news di salah satu stasiun televisi, yang memberitakan soal penangkapan teroris.
Betapa syok Hendry kala itu, sosok yang disebut teroris dan ditembak mati oleh Densus 88 itu adalah sahabatnya sendiri.
“(Beritanya) Begitu membuat syok saya dan teman-teman, hampir tidak percaya sosok BS ternyata merupakan kunci penting nomer 2 di JAD setelah Aman Abdurrahman,” ucapnya.
Hendry merasa prihatin dengan nasib temannya tersebut. Ia pun menghimbau agar orang lain tidak meniru langkah Budi melakukan aksi teror keji.
“Saya himbau teman-teman mulailah berfikir jernih, agar tak mudah ter-brainwash (cuci otak), mereka (Budi) bukan orang-orang bodoh, mereka orang-orang cerdas, kendatipun demikian faktanya bisa melakukan aksi teror keji, kini pilihlah lingkungan dan teman serta pergaulan yang lebih baik, sayangi keluarga kalian,” pesan Hendry. (*)