Kisah Anggota DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko: Mantan Atlet Jujitsu dan Punya Dojo Pribadi
Di luar kesehariannya sebagai seorang politikus, Anggota DPRD Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko memiliki kecintaan yang begitu besar terhadap olahraga, khususnya pada cabang olahraga (cabor) beladiri jujitsu.
Ia dikenal sebagai seorang atlet jujitsu era 1995 dan ikut mendirikan sebuah dojo agar ilmu yang diraihnya selama menjadi atlet tak sia-sia.
Mayoritas siswanya masih berusia anak-anak. Yona tak menarik tarif kepada mereka dan mengajar secara cuma-cuma, untuk membuka peluang agar semua anak punya kesempatan bisa mengikuti jejaknya menjadi atlet bela diri.
"Ayo semangat, semangat," teriakan itu lantang disuarakan oleh Yona kepada belasan anak yang sedang berlari bertelanjang kaki. Meski terlihat bercucuran keringat, anak-anak tersebut tampak semangat, salam semangat itu dibalas dengan langkah kecil mereka yang terus berlari tanpa henti.
Politikus Partai Gerindra itu diketahui adalah seorang atlet dan pelatih jujitsu setingkat DAN II sabuk hitam. Karena kecintaannya yang besar pada olahraga bela diri asal Jepang itu, Yona tidak memiliki keinginan untuk meninggalkannya meski banyak kesibukan yang dia jalani di Gedung Yos Sudarso saat ini.
"Saya dulunya juga atlet di Kejurnas era tahun 1995. Sebelum menjadi cabor di PON dan sampai sekarang sudah masuk PON," katanya, yang juga menjabat sebagai Kabid Humas Pengurus Besar Jujitsu Indonesia (PBJI) Jatim itu.
Kecintaannya yang besar pada olahraga yang mengandalkan kuncian dan lemparan itu diwujudkan dengan membangun sebuah tempat latihan. Yona memberi nama "Dojo Trufindo" yang terletak di kawasan Gunung Sari Indah (GSI). Bukan hanya menjadi tempat mengenalkan lebih luas bela diri jujitsu kepada masyarakat, tapi ada misi sosial yang ia usung.
Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya itu juga menggratiskan biaya latihan untuk siapa pun yang ingin berlatih jujitsu. Tak heran, sejak awal didirikan pada tahun 2022 lalu, kurang lebih 300 anak ditampung untuk dibina di sana.
"Saya ingin banyak atlet yang lahir dari sana. Faktanya, banyak talenta potensial atlet beladiri, namun biaya menjadi kendala. Karena itu, saya bertekad membuka ruang untuk siapa pun. Setiap anak berhak berprestasi," katanya.
Banyak dari anak-anak yang ia latih telah menorehkan prestasi gemilang. Termasuk anak-anak dari keluarga miskin (gamis) pun tak sedikit yang berhasil. Yona membuktikan semua anak-anak memiliki kesempatan untuk berprestasi meskipun memiliki kemampuan finansial yang rendah.
Seperti yang ia ceritakan, di mana salah satu anak asuhnya, yakni Nando yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) menjadi contoh anak yang berhasil membuktikan bisa berprestasi.
Pertama kali Nando bergabung dengan "Dojo Trufindo" pada tahun 2022 lalu. Kala itu, ia masih kelas 4 SD. Bisa dibilang, untuk anak seusianya, Nando bertubuh kecil dibanding anak lain seumurannya.
Karena dinilai berbakat, ia diikutkan Kejurda yang digelar oleh KONI Surabaya. Namun sayang, hasilnya tak sesuai ekspetasi. Yona lalu memberikan semangat dan motivasi serta meyakinkan Nando bisa berhasil di tahun berikutnya. Puncaknya saat dia duduk di kelas 6, dia berhasil menjadi juara di ajang Kejurda maupun Kejurnas.
"Kisah Nando itu baru satu dari sekian kisah anak prestasi. Banyak dari mereka yang bisa masuk SMP, SMA, dan bahkan masuk kuliah berkat prestasi dari jujitsu ini," paparnya.
Bukan hanya prestasi, Yona mengatakan, dari jujitsu juga banyak karakter anak yang berubah. Misalnya, pada anak didiknya dari salah satu SMP di kawasan Surabaya Barat. Anak tersebut sering kali menjadi korban perundungan dari kakak kelasnya.
"Semenjak ikut jujitsu, anak itu merasa nyaman. Prestasi banyak didapat sampai dia menjadi bintang sekolah, fotonya waktu menang kejuaraan jujitsu sampai dipajang di baliho PPDB sekolah," ujarnya.
Meskipun gratis, Yona tidak mau dojo yang dirikannya tidak punya kualitas. Para pelatihnya pun spesial, dia menggandeng para master jujitsu. Bahkan satu di antaranya adalah juara antar master. Ini karena keinginannya untuk menjadikan anak didiknya atlet berprestasi.
"Bukan hanya kemampuan bela diri yang ingin saya bangun ke generasi penerus, tapi disiplin, menghargai sesama, bisa memanusiakan manusia, adigang adigung adiguno. Yang terpenting saya tanamkan bahwa petarung bukan untuk mengejar trofi, tapi ego pribadi musuh utama. Bahwa yang sesungguhnya adalah menang melawan diri sendiri, trofi itu bonus," pungkas Ketua Dewan Penasehat IJI Surabaya itu.