KIPP Surabaya Ditunjuk Sebagai Pemantau Pilkada, Ini Fokus Pengawasannya
Ketua Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kota Surabaya Niko Mauratu menyebut, sebagai salah satu lembaga pemantau jalannya gelaran Pilkada serentak 2024 di Surabaya, pihaknya telah menemukan ratusan alat peraga kampanye (APK) yang berpotensi melanggar.
Niko menyebut, ratusan APK, baik oleh paslon Pilwali Surabaya dan Pilgub Jatim 2024 tersebut, ditemukan pihaknya di berbagai titik yang tidak seharusnya. Seperti di jalan-jalan protokol, lembaga pendidikan, dan tempat-tempat ibadah di Kota Pahlawan.
"Semua paslon punya pelanggaran yang sama ya, khususnya terkait APK. Kami menemukan sekitar 200 sampai 300-an (APK yang melanggar) yang dipasang di jalan-jalan protokol terutama, dan akhir-akhir ini bisa dilihat di Jalan Ahmad Yani hingga Jalan Basuki Rahmat itu semakin semakin banyak, hingga menutup dan menghalangi jalur pejalan kaki," ucapnya, Selasa 19 November 2024.
Niko menjelaskan, pihaknya pun terus melaporkan potensi pelanggaran yang terpantau dan berkomunikasi dengan Bawaslu agar memproses dan menindak potensi pelanggaran dengan tegas dan cepat. Namun, KIPP menemukan Bawaslu terkesan lambat dalam proses penertiban alat peraga kampanye yang melanggar itu.
"Sejauh ini mereka menerima, hanya yang kami kritisi adalah terlalu lama. Kita memang mengkoordinasikannya dengan Bawaslu, cuma yang menjadi sorotan kami adalah lambatnya pergerakan Bawaslu untuk melakukan penindakan tersebut," ungkapnya.
Selain melakukan pemantauan terkait APK, Niko menerangkan, pihaknya juga sudah siap untuk menerjunkan 500 relawan dalam rangka memantau jalannya pemilihan dan pemungutan suara di 3.964 TPS se-Kota Surabaya.
Fokus dari relawan pemantau pilkada KIPP, lanjut Niko, adalah untuk mengawasi potensi pelanggaran pemilu, yakni mobilisasi massa yang terjadi pada masa kampanye, masa tenang, ataupun jelang hari-H pencoblosan. Setiap pelanggaran yang ditemukan akan dicatat dan diteruskan kepada Bawaslu untuk kemudian diproses lebih lanjut.
"Mobilisasi massa itu dalam arti mengajak atau mengarahkan pemilih untuk memilih paslon tertentu dengan iming-iming uang atau barang yang lain. Itu adalah perbuatan yang melanggar hukum. Bukan saja kepada yang memberikan, tetapi yang menerima. Jadi dua-duanya kena," tegasnya.
Sebagai pemantau pilkada terakreditasi, Niko menjelaskan, potensi pelanggaran pemilu yang akan menjadi atensi yang mereka pantau adalah netralitas ASN, TNI, Polri dan pemberian bantuan sosial dalam bentuk apapun yang telah dilarang lewat Surat Edaran Kemendagri kepada para pimpinan pemerintahan daerah.
"Tugas kami sebenarnya melaporkan itu kepada Bawaslu, karena KIPP tidak punya kewenangan untuk untuk menindak. Kami hanya memantau memantau, yang dimana tugas kami hanya melihat dan mencatat potensi pelanggaran yang terjadi," pungkasnya.