KIPP Sebut Bawaslu Tebang Pilih Proses Laporan Pelanggaran Pemilu
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta menyebut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan tebang pilih dalam memproses laporan yang masuk.
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers menyikapi penolakan Bawaslu terhadap laporan KIPP Indonesia atas PKPU No 23 tentang tata cara pencalonan capres yang disiarkan live Instagram KIPP Indonesia, Minggu 26 November 2023.
“Saya menduga Bawaslu melakukan tebang pilih, yakni kasus-kasus mana yang dilaporkan yang ingin diteruskan oleh Bawaslu atau diperiksa oleh Bawaslu, kasus mana yang tidak ingin diteruskan oleh Bawaslu,” katanya.
Hal ini terkait dengan laporan KIPP pada 19 Oktober lalu yang melaporkan dugaan pelanggaran administrasi pemilu terhadap proses pendaftaran Capres-Cawapres oleh KPU.
Dugaan pelanggaran administrasi tersebut saat pendaftaran berakhir pada 25 Oktober, peraturan yang masih berlaku adalah PKPU 19 tahun 2023, yang dalam pasal 13 ayat 1 huruf q disebutkan syarat capres cawapres berusia minimal 40 tahun.
KIPP Indonesia melaporkqn dugaan pelqnggaran itu karena tidak digunakannya aturan lama, terlepas adanya putusan perkara Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan usia di bawah 40 tahun dengan syarat tertentu. Dalam hal ini menurutnya KPU tidak memberikan penjelasan kepada publik, dasar hukum mana yang dipakai sebab jika menggunakan putusan MK harus ada PKPUnya dulu.
“KPU harusnya mengubah dulu PKPU-nya baru kemudian menyatakan bahwa pendaftarannya itu menggunakan PKPU yang mana. Jadi munculnya PKPU 23 tahun 2023, itu setelah tanggal 3 November. Jadi antara 25 Oktober sampai 3 November itu terjadi apa yang ada adalah hanya PKPU 19 tidak ada yang lain,” jelasnya.
Oleh karena itu, KIPP menduga telah terjadi pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh KPU, sehingga KIPP melaporkan dugaan pelanggaran tersebut kepada Bawaslu. Namun, Bawaslu menolak laporan KIPP dengan alasan tidak memenuhi standar materiil tanpa memberikan penjelasan yang dimaksud. Padahal pada aturannya Bawaslu seharusnya memberikan penjelasan pada pelapor untuk melengkapi.
Nihilnya pemberitahuan dari Bawaslu kepada KIPP inilah yang kemudian menyebabkan penolakan laporan tersebut cacat formil. Sebab, bawaslu tidak melaksanakan tahapan pemeriksaan sebagaimana mestinya dan ini menyebabkan kerugian bagi KIPP karena tidak mendapatkan kepastian hukum atas dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang dilaporkan.
“Apakah sudah tepat jika mengatakan ‘percuma lapor bawaslu?’ atau sudah semestinya membubarkan bawaslu dan mengembalikan pengawasan pemilu kepada masyarakat sipil?,” katanya.
Dia menuturkan, Bawaslu sebagai lembaga penjaga keadilan justru bertindak secara tidak adil. Hal inilah yang membuat mereka merasa kecewa, sebab semestinya Bawaslu menjadi lembaga penjaga keadilan pemilu.
Sementara itu, aktivis dan pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan laporan KIPP kepada Bawaslu adalah hal yang wajar dan pasti untuk dilakukan demi mengembalikan prinsip tertib aturan, kepastian hukum, keadilan, dan kejujuran dalam pelaksanan pemilu.
“Dua pasangan calon diperlakukan dengan pasal PKPU 19, tapi satu pasangan calon diperlakukan dengan PKPU 23, gitu lo kira-kira. Kan aneh itu, itu intinya gitu. Nah di sini lah, KIPP mencari kepastian. Kita mau pake yang mana sebenarnya. Kalau KPU yakin awalnya tanpa mengubah PKPU bisa proses ini dilaksanakan sesuai dengan keputusan MK, mengapa mereka ubah di tengah jalan. Tapi kalau mereka nggak yakin, mengapa mereka terima pendaftaran Gibran,” katanya.
Menurut Ray, jika KPU tidak tertib hukum dan tidak tertib aturan akan berimplikasi besar ke depannya. Sebab, aturan akan diubah seenaknya sesuai dengan peristiwa. Ia mencontohkan, misalnya pada saat proses penghitungan suara ada sesuatu yang dianggap tidak cepat, bukan peristiwanya yang dikoreksi namun aturannya yang akan diubah.
“Seperti yang sekarang kan ada peristiwa baru, bukan peristiwanya yang beradaptasi dengan aturan, tetapi aturannya yang diubah untuk sesuai dengan peristiwa yang terjadi gitu loh. Dan ini bukan barang baru, kita udah tahu di beberapa kali di era Pak Jokowi ini aturan diubah karena peristiwa, untuk beradaptasi dengan peristiwa,” jelasnya.
Pendiri Lingkar Madani ini juga mengaku kecewa dengan kinerja Bawaslu yang terkesan tebang pilih dalam memproses laporan. Sementara, pada saat bersamaan Bawaslu selalu mengajak masyarakat agar aktif ikut mengawasi jalannya pemilu.
“Lalu ngapain kita suruh-suruh masyarakat, kita ajak-ajak, kita rayu-rayu untuk ikut partisipasi. Kalau kemudian diperlakukan dengan cara begitu, ini KIPP loh ya. Bukan pribadi saya, pribadi kita-kita di sini, bisa jadi lebih diabaikan lagi. Ini KIPP lembaga resmi terdaftar, bahkan juga terdaftar sebagai lembaga pemantau di Bawaslu, cara ngadapinya begini,” ujarnya.