KIPP Minta Bawaslu Tegas Terhadap Kepala Daerah Tidak Netral
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menganggap Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menyalahgunakan wewenangnya, untuk mendukung salah satu pasangan calon (paslon) di Pilwali Surabaya.
Ketua KIPP Jatim, Novli Bernandi Thyssen mengatakan pelanggaran pertama yang dilakukan Risma adalah saat menghadiri deklarasi salah satu paslon di tempat milik Pemkot Surabaya..
Kata Novli, Taman Harmoni merupakan fasilitas milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dan tidak selayaknya digunakan untuk kepentingan politik.
"Penggunaan aset pemerintah sebagai kegiatan politik bertentangan dengan pasal 71 ayat 3, UU 10, tahun 2020," kata Novli, Jumat, 2 Oktober 2020.
Novli kemudian menyebut pelanggaran lain yang dilakukan Risma yaitu gambarnya terpampang dengan gambar salah satu paslon. Menurutnya, sebagai pejabat negara itu tidak pantas dan seharusnya menertipkannya, bukan ikut meramaikan.
"Penertipan masih menjadi ranah Pemkot Surabaya, namun yang terjadi baliho tersebut tetap berdiri kokoh. Sehingga, ada dugaan ada perlakuan istimewa walikota dengan salah satu paslon.
Berdasarkan temuan di atas, Novli menilai Risma sebagai pejabat negara tidak independen. Berbeda ketika Walikota Surabaya menindak pelaku pengrusakkan Taman Bungkul.
"Risma tidak menunjukkan sebagai seorang pemimpin pemerintah yang baik. Ada inkonsistensi sikap dalam tindakan dan kebijakkannya. Risma tebang pilih dalam bersikap dan bertindak," katanya.
KIPP meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memanggil Risma untuk mempertanggungjawabkannnya. Novli juga mengingatkan agar setiap kepala daerah harus netral dan independen.
"Walikota atau bupati tidak boleh berpihak kepada salah satu calon, tidak menyalahgunakan kewenangan atau program untuk memenangkan salah satu paslon," katanya.