Kiai Said: Ingin Paham Islam, Gabungkan Nash dan Akal
Seseorang yang ingin memahami ajaran Islam dengan benar harus menggabungkan antara nash dan akal. Nash terdiri atas Al-Qur'an dan Hadits. Sementara akal terdiri atas Ijmak dan Qiyas.
"Kata Imam Syafii, bukan kata saya. Saya hanya menyampaikan saja. Kata Imam Syafii, kalau kita ingin paham agama Islam yang benar harus menggabungkan antara nash dan akal".
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan hal itu pada pembukaan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) zona DKI Jakarta di Jakarta Islamic Center (JIC) Jakarta, Jumat 11 Januari 2019. Kegiatan MKNU diikuti ratusan peserta yang terdiri atas pengurus NU tingkat ranting dan kecamatan.
"Dalam Al-Qur'an tidak ada shalat lima kali, namanya Dzuhur, Ashar, Maghrib Isya, Shubuh, tidak ada. Maka kembali ke Hadits. Di Hadits ada, maka kita harus kembali ke Hadits," tutur Kiai Said Aqil Siroj.
Kiai Said memberikan alasan, seseorang yang hanya memahami nash saja membuatnya eksklusif (tertutup) dan jumud (kaku), sehingga bisa berdampak radikal. Begitu pun kalau hanya berlandaskan akal saja, membuatnya liberal dan liar.
Kiai Said merinci pertama Al-Qur'an. Untuk memahami maksud ayat-ayat Al-Qur'an, seseorang harus mengerti tentang berbagai disipilin ilmunya, seperti ushul fiqh karena di dalamnya terdapat berbagai macam terminologi seperti muhkamat dan mutasyabbihat, mutlaqah dan muqayyadah, amah dan khasshah, hakiki dan majazi, nasihkah dan mansukhah.
Kedua, Hadits. Menurut Kiai Said, ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur'an masih umum atau global sehingga membutuhkan hadits sebagai penjelasan. Ia mencontohkan bahwa Al-Qur'an memerintahkan umat Islam agar shalat, tapi tidak menjelaskan tentang jumlah shalat dan teknis pelaksanaannya.
"Di Al-Qur'an tidak ada shalat lima kali, namanya Dzuhur, Ashar, Maghrib Isya, Shubuh, tidak ada. Maka kembali ke Hadits. Di Hadits ada, maka kita harus kembali ke Hadits," tuturnya.
Seperti Al-Qur'an, dalam memahami Hadits pun dibutuhkan ilmunya seperti untuk mengetahui jenis kualitas dan kuantitas Hadits.
Ketiga, Ijma'. Kiai Said mengatakan bahwa seseorang bisa mengetahui aturan shalat seperti rukun-rukun shalat berdasarkan Ijma'.
"Kita tahu caranya shalat, komponen shalat itu bukan dari Qur'an dan Hadits, tapi dari Ijma'ul Ulama. Syarat shalat harus suci (misalnya). Oleh karena itu kita harus taklid, kita harus ikut imam. Gak bisa kita cari sendiri (langsung ke Al-Qur'an dan Hadits)," jelasnya.
Keempat, Qiyas. Menurutnya, seseorang yang tidak memakai Qiyas akan kesulitan dalam mengetahui kasus hukum. Ia menyontohkan bagaimana sabu-sabu dihukumi haram dengan menyamakannya kepada minuman keras (Qiyas Burhani atau fakta). Keduanya, sambung Kiai Said, memabukkan dan merusak akal.
"Sabu-sabu haram Itu karena pake Qiyas. Sabu-sabu merusak akal, memabukkan," ucapnya.
Begitu juga dalam kasus zina. Al-Qur'an hanya melarang mendekati zina. Tapi melalui Qiyas Awlawi (lebih-lebih), mendekati zina saja dilarang apalagi melakukan zinanya.
Hadir pada acara tersebut Ketua PBNU Bidang Hukum H Robikin Emhas, Wasekjen PBNU H Ulil Absar Hadrawi, Sultanul Huda, sejumlah pengurus wilayah NU Jakarta, dan pengurus cabang NU se-Jakarta. (adi)