Kiai Said Aqil, Benarkah Ulama Berkelas Internasional?
Banyak hal menjadi sorotan publik atas figur KH Said Aqil Siroj. A.Tsauri, Alumni Pesantren Lirboyo, Kediri memberi catatan atas figur yang kerap menimbulkan kontroversi ini. Berikut petikannya:
Dapat dipastikan, mereka yang cuma kelas "ustadz" dijamin tak akan mampu mengikuti pola pikir dan sepak terjang Kiai Said Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Karena di samping pakar tasawuf, guru besar, Kiai Said Aqil juga nasab dan keilmuan bersambung sampai Rasulullah SAW.
Mereka, ustadz kroco, ustadz dadakan, ustadz karbitan, ustadz medsos, ustadz televisi, ustadz media, ustadz selebriti, ustadz demo dan ustadz muallaf karena "tak sampai" pikirannya dalam mengikuti "akrobat" Kiai Said, maka difitnahlah Kiai Said sebagai liberal, syiah, penjilat pemerintah, antek kafir, munafik dan ulama su'.
Mereka menutupi kebodohannya dengan topeng fitnah dan hoax.
Catatan:
- Ustadz itu profesi dibawah Kiai, Syeikh dan Ulama.
- Ilmu tasawuf itu di atas ilmu fiqh, artinya ulama sufi itu pasti sudah melewati ilmu syariat (fiqh) sebelum ke tasawuf.
Kalau tidak kontroversi bukan Prof. Dr. Said Aqil Siroj namanya. Sejak kepulangannya ke tanah air pada 1994, beliau membuat keriuhan luar biasa. Misalnya beliau melempar gagasan untuk mengevaluasi konsep Aswaja NU.
Karena pembatasan Asya'ariyah dan Maturidiyah dalam aqidah aswaja menurutnya terlalu sempit. Saya mengapresiasi gagasan ini. Dan sempat menanyakan kepada beliau, kenapan gagasan itu tidak dilanjutkan, kata beliau "para kiai tidak menghendaki". Ini sikap tawadhu beliau, dan pekerti seperti ini akhlak khas ulama Nahdliyin.
Beliau sosok langka. Kata orang Arab, 'ذكاؤه غير عادي' dzakauhu gairu 'adiy, keceradasan beliau tidak biasa, alias genius. Dalam dirinya terkumpul قوة الذاكرة, ingatan yang tajam, dan kedua المفاهم الغريزة, pemahaman yang mendalam dan tentu saja beliau dahulu pelajar yang serius, بذل الوسع, mengerahkan upaya lahir batin dalam belajar.
NU beruntung mempunyai ulama pemikir kaliber dunia dengan gagasan genuin seperti beliau. Saya sebenarnya kurang setuju beliau menjadi Ketua PBNU, karena posisi ini akan menyibukan beliau dan kapasitasnya sebagai pemikir besar tidak akan terekplorasi untuk terus menyegarkan basis epistemologi NU; kalam, fikih dan tasawuf, tiga bidang yang sangat beliau kuasai.
Tiga bidang itu menurut saya terjadi kemandegan luar biasa. Mesir berbangga dgn Abas Aqad hingga Hasan Hanafi, Sudan Mahmud Muhammad Thoha, Al-Jazair dengan Arkoun, saya yakin Prof Said Aqil menjadi raksasa pemikir yang konsep-konsep mutakhirnya dalam studi Islam bisa dipelajari diberbagai belahan dunia, seperti kampus-kampus kita mempelajari pemikiran para cendekiawan yang saya sebut sebelumnya.
Berharap boleh 'kan?
Tapi saat ini tidak ada yang lebih pantas menahkodai kapal pesiar lintas zaman; ormas Islam terbesar di Dunia نهضة العلماء، NU selain beliau Prof. Said Aqil Siradj. Masalahnya kualitas pemahaman warga NU itu juga tidak merata, tidak sama. Banyak yang belum siap dipimpin oleh intelektual besar seperti beliau.
Dan salah satu keramat NU, organisasi yang didirikan Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari ini akan dipimpin oleh tokoh dengan kapasitas yang sesuai tantangan zamannya. Jadi beliau saat ini menjadi ketua NU itu boleh dikatakan 'nubuwat', sesuatu yang ilahi, bukan kebetulan.
Banyak warga NU di zaman ini, milenium 21 atau abad 14 H, tapi imajinasinya masih pada zaman Abdullah bin Saba oknum Syiah Rafidhah, masih banyak yang imajinasinya di era oknum pengikut Imam Ahmad bin Hanbal merazia pasar dan menghancurkan toko-toko. Perdebatan itu selesai. Sekarang waktunya kita membangun negara kesatuan NKRI. Yang didalamnya ada Islam dan 5 agama lain, dan dalam Islam sendiri banyak aliran dan faham yang berlainan.
Ada orang-orang NU yang belum move on dan terus melanggengkan perdebatan berabad-abad lampau itu. Kita boleh meyakini kita paling benar, tanpa menafikan hak orang lain mempunyai persepsi yang sama dengan nilai-nilai yang mereka anut. Ini yang diperjuangkan yang mulia Prof. Dr. Said Aqil Sirajd.
Soal yang rame saat ini, yaitu ucapan beliau Syekh-syekh Timur Tengah yang mundar mandir ke Indonesia banyak yang tidak berkualitas, saya setuju kalau yang menyampaikan bukan melalui lisan beliau. Seperti saya-saya inilah. Karena faktanya begitu, tidak semua syekh yang datang hilir mudik ke pesantren-pesantren, ngisi seminar dan konferensi itu bermutu.
Yang saya alami sendiri. Ketika bersinggungan dengan sebagian dari mereka, waktu ngurus acara yang melibatkan ulama dari luar negeri (tidak perlu anda asosiasikan acara mana) ada yang dagang sekolah luar negeri di Indonesia, menawarkan sekolah terbuka kemudian dapat ijazah dan gelar luar negeri dari mereka. Ada juga yang mengunggulkan tarekatnya seakan tarekat dan ulama tarekat lain tidak ada kemuliaannya.
Masalahnya yang mondar mandir ke Indonesia bukan hanya tokoh yang saya maksud, ada Habib Umar bin Hafidz ada Habib Abu Bakar Adni, ada Habib Ali al-Jufri dan nama beken lain. Tentu saja yang beliau maksud bukan tokoh-tokoh itu. Dalam ucapan beliau terkandung ajakan untuk menghormati kiai dalam negeri, yang tak kalah hebat, jangan terlalu kem-Arab. Perasaan kurang afdhal kalau tidak mengundang ulama LN itu saya kira penyakit. Apalagi tujuannya untuk membranding institusi atau lembaga, terlebih kalau untuk melegitimasi kecenderungan kelompoknya.
Kontroversi beliau saya kira tidak akan berakhir sampai disini (kalau sikap terus terang beliau dianggap kontroversi). Sayangnya orang lebih fokus pada kontroversinya saja, padahal khazanah ilmu beliau luas tak terkira. Barangkali kita perlu merenungkan nasihat Grand Syekh Al Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayib "Ketika seorang atau kelompok yang tidak Anda sukai, atau salah, jangan menghilangkan hal-hal baik dalam diri orang tersebut."
Jika tidak disibukan oleh khidmah beliau untuk NU, saya yakin الباقلاني الصغير, al-Baqilani zaman ini akan lahir di Indonesia, dan Prof. Dr. Said Aqil sosoknya. Panjang umur, berkah dan bermanfaat untuk muslim Indonesia Kyia-ku
عليه توكلت واليه انيب
Demikian catatan A.Tsauri, Alumni Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur.
Advertisement