Kiai Mutawakkil Terpilih Ketua Umum MUI Jawa Timur 2020-2025
KH Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, Pengasuh PP Zainul Hasan Genggong Probolinggo sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Periode 2020 - 2025. Dalam Sidang 13 Tim Formatur Musyawarah Provinsi MUI Jawa Timur, Rabu 23 Desember 2020.
Sebelumnya MUI Jawa Timur dipimpin KH Abdusshomad Buchori dan KH Masduki Mahfudz, kedua dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Kini, Kiai Hasan Mutawakkil adalah Ketua PWNU Jawa Timur, kini Wakil Rais PWNU Jawa Timur.
Di masa Orde Baru, kepemimpinan MUI Jawa Timur, dari kalangan di luar NU. Terkenal sangat legendaris adalah kepemimpinan KH Misbach, yang dikenal dari Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia dan eks-Masjumi.
Kini, Kiai Mutawakkil mengemban tugas baru sebagai Ketua MUI Jatim. Ia mendapat dukungan dari kalangan ulama terkemuka, khusus kiai pesantren.
KH Mutawakil Alallah dilahirkan di Genggong, 22 April 1959. Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Genggong. Kemudian sempat melanjutkan pesantren di Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Atas saran kedua orang tuanya itu, ia kemudian melanjutkan pendidikan menengah pada madrasah tsanawiyah dan aliyah di Pondok Pesantren Lirboyo dari 1979-1981. Saat di Lirboyo, Kediri; KH Marzuki, KH Mahrus Ali merupakan sosok idolanya dalam menjalankan konsep perjuangan.
Selepas itu beliau melanjutkan di Fakultas Syariah di Universitas Tribakti, Kediri sampai tingkat III. Lulus dari tingkat III (sarjana muda), KH Mutawakil rupa-rupanya punya keinginan untuk mencari pengalaman, ia kemudian menempuh ujian masuk persamaan di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta dan diterima.
Di UII ia tidak bertahan lama, di tengah kuliahnya ia mendapat tawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas Al-Azhar di Kairo (Mesir) semakin membangkitkan gairahnya untuk memperdalam ilmu agama yang menjadi latar belakangnya.
Saat menempuh kuliah di Al Azhar, Mesir pada 1983, ia berkesempatan untuk mencari pengalaman study tour ke luar negeri. Misal, ke Frankrut (Jerman), Polandia, Belgia dan Belanda. Saat itu, ia mengambil inisiatif untuk studi banding dengan biaya sendiri.
Karena pada waktu itu, KH Mutawakil tidak mempunyai biaya yang cukup, ia kemudian mencari tambahan dana dengan bekerja apa saja, termasuk menjadi pelayan restoran di beberapa negara yang ia kunjungi.
Di tengah keasyikannya menuntut ilmu ternyata ia dijemput pulang oleh sang ayahanda, yakni KH. Saifurrizal pada tahun 1985. Setelah dijemput pulang, ia langsung mengajar di Pesantren Zainul Hasan. Tak berapa lama setelah ia pulang, ibunda dan ayahandanya pulang keharibaan Allah Swt.
Akhirnya Kiai Mutawakkil dipasrahi kepengasuhan menggantikan abahnya KH Hasan Saifurrizal yang beliau rasa merupakan amanah berat yang harus dijalankan karena menurut beliau perjuangan agama adalah pertanggung jawaban di dunia dan akhirat. Dan beliau menikah dengan seorang muslimah dari Jember bernama Nyai Hj. Muhibbatul Lubabah dan dikaruniai enam orang putri.
Kemampuan keagamaan dan kepemimpinan beliau yang sangat mumpuni, juga terobosan terobosannya yang mampu membangun Pesantren Zainul Hasan menjadi pesantren besar dengan jenjang pendidikan yang lengkap mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Semenjak kepemimpinan beliau Pesantren Zainul Hasan telah mendirikan SMA Unggulan BPTP Zainul Hasan, MA Model, STIKES Hafshawati, Akbid dan Akper Hafshawati, dan banyak lagi perkembangan pesat semenjak berada dibawah kepemimpinan beliau.
Beliau sosok kiai yang disegani banyak tamu dari kalangan menteri dan pejabat yang segan kepada beliau melihat beliau begitu teguh dalam memperjuangkan nilai nilai agama dan kebangsaan yang ditanamkan kepada setiap santri yang mondok di Pesantren Zainul Hasan. Beliau juga sangat demokratis menerima tamu dari berbagai kalangan tak jarang yang sowan kepada beliau dari kalangan sastrawan, budayawan bahkan artis.
Selain itu beliau merupakan sosok kiai yang mahir dalam berorganisasi baik keagamaan maupun sosial politik, kemampuan beliau berkomunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat menjadikannya diterima oleh semua kalangan. Hingga kiprahnya dikenal banyak orang sebagai sosok kiai yang santun, bijaksana, tegas, dan berintegritas. Khususnya beliau memiliki loyalitas yang sangat tinggi terhadap organisasi terbesar yang ada di bumi pertiwi bahkan Asia yaitu Nahdlatul Ulama yang menjadi background-nya memperjuangkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah.
Sosok kiai yang dikenal sangat menyukai angka sembilan ini akhirnya terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dalam dua periode. Hingga hari ini beliau dalam kiprahnya menjadi Ketua PWNU Jatim banyak sekali inovasi yang mampu membangkitkan kembali gairah NU Jatim sesuai manhajnya.