Kiai Fadholi Senori Menguji Ketaatan Hasyim Muzadi, Ini Kisahnya
Kiai Ahmad Hasyim Muzadi, (almaghfurlah, Ketua PBNU 1999-2010) adalah pribadi ulama yang berjuang di Nahdlatul Ulama. Minggu, 15 Desember 2019, hari ini, di Pesantren Al-Hikam Malang, digelar acara "1000 Hari Wafatnya Kiai Hasyim Muzadi".
Pesantren Al-Hikam Malang, merupakan pesantren pertama yang didirikan KH Hasyim Muzadi. Kini, diasuh KH Muhammad Nafi', yang diawasi langsung Ny Muthomimmah, isteri Kiai Hasyim Muzadi. Dalam acara ini, dihadiri Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Berikut ngopibareng.id, menampilkan sepenggal Kisah Kiai Hasyim Muzadi, sebagai santri yang penuh ketaatan pada gurunya.
Kiai Ahmad Hasyim Muzadi, (almaghfurlah, Ketua PBNU 1999-2010) adalah sosok yang dikenal patuh kepada guru. Sederet jabatan yang pernah ia pegang baik di pemerintah maupun di NU tak pernah membuatnya pongah dan melupakan guru-guru yang pernah mengajarinya. Bentuk ketaatannya terhadap guru pernah ia lakukan ketika menjabat sebagai anggota DPR.
Suatu saat, Mbah Dhol (Abu Fadhol) Senori meminta Kiai Hasyim untuk meninggalkan jabatan tersebut. Mbah Dul sendiri merupakan guru yang telah membimbing Kiai Hasyim sebelum namanya melejit seperti yang kita kenal.
“Karena sam’an wa thaatan (dengar dan patuh) kepada guru, jabatan tersebut beliau tinggalkan yang pada waktu itu sedang jaya-jayanya,” kisah santri Al-Hikam, Sofiuddin.
Setelah meninggalkan jabatan tersebut, lanjutnya, Kiai Hasyim menjadi pengangguran, tidak punya apa-apa, bahkan untuk keseharian pun tidak ada yang bisa dimakan. Kemudian ia menanyakan kembali kepada gurunya perihal tersebut.
“Sudah kamu nanti juga ada yang mencukupi, kamu tinggal saja di situ,” tutur santri Kiai Hasyim mengutip ucapan dari Mbah Dhol.
Mbah Dul kemudian menunjukkan sebidang tanah untuk digunakan mengajar yang hasilnya dapat digunakan untuk menafkahi anak istrinya. Dari lahan tersebut Kiai Hasyim membangun sebuah mushala kecil yang hanya menampung 3-4 orang saja.
“Sangat kecil, tapi dengan kreatifitas beliau, ia berfikir keras bagaimana mushala kecil itu dapat menampung orang-orang yang ingin mengaji,” tambahnya.
Karena banyak orang yang mengaji, pada tahap berikutnya sang guru memerintahkan lagi untuk membangun bangunan yang lebih besar di samping mushala tersebut.
“Bangunan tersebut yang kini disebut sebagai Pesantren Al Hikam Malang,” terangnya.
Penempatan pesantren oleh sang guru adalah atas pertimbangan karena dekat dengan kampus-kampus besar, seperti Universitas Brawijaya, UIN Malang, UMM dan perguruan tinggi lainnya.
“Seperi halnya Al Hikam Depok, itu juga atas pertimbangan karena dekat dengan Universitas Indonesia,” katanya.
Sofiuddin menceritakan, Kiai Hasyim juga berkeinginan membangun Al Hikam 3 yang tempatnya dekat dengan ITB. Namun, belum sempat terwujudkan, Allah telah memanggilnya terlebih dahulu.
“Tapi perjuangan beliau diteruskan oleh salah satu santrinya yang berhasil membangun Al Hikam 3 di Papua,” paparnya, sebagaimana disampaikan penulis buku Pusaka Kebangsaan: Sinergitas Islam dan Kebangsaan, dalam diskusi Islam Nusantara Center, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu 2 Februari 2019.
Pribadi dan Versi Kisah Pesantren An-Nur Malang
KH Hasyim merupakan sosok yang kompleks. Dia adalah tipikal orang yang tidak gila jabatan. Justru, jabatanlah yang berdatangan kepadanya.
Selepas menyelesaikan pendidikannya di IAIN Sunan Ampel Malang (sekarang UIN Malang) pada 1969 silam, KH Hasyim terpilih sebagai anggota DPRD Kota Malang. Namun, pada 1978, dia diminta mundur oleh KH Anwar Nur, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Bululawang. ”Dan beliau (KH Hasyim), waktu itu mundur beneran,” kata pengasuh An-Nur 1 Bululawang KH Ahmad Fahrurrozi.
Cucu KH Anwar Nur ini bercerita, meski diminta melepaskan jabatan yang oleh banyak orang diperebutkan, tapi KH Hasyim tidak pernah menyesal. Sebaliknya, KH Hasyim malah bersyukur. ”Untung saya mengikuti perintah kakekmu, kalau tidak mungkin saya tidak jadi ketua PB NU. Mungkin jadi anggota DPR RI,” kata Gus Fahrur menirukan ucapan Kiai Hasyim suatu ketika.
Saat ditanya alasan KH Anwar Nur meminta KH Hasyim mundur, menurut Gus Fahrur, itu demi umat. ”Disuruh fokus dakwah membimbing umat, ngopeni (merawat) masjid,” kata pria yang juga pengurus Masjid Jami’ Al Akbar, Surabaya ini.
Mundurnya KH Hasyim sebagai anggota DPRD rupanya membuat beliau menempa diri di pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU). Di NU, Kiai Hasyim nyaris pernah menduduki jabatan dari tingkat desa hingga nasional.
KH Hasyim pernah menjabat ketua ranting Bululawang, Kabupaten Malang, tahun 1964, ketua Cabang GP Ansor Malang (1967–1971), ketua PC NU Malang (1973–1977), ketua Pengurus Wilayah (PW) GP Ansor, ketua PW NU Jawa Timur (1992–1999), hingga ketua umum PB NU tahun 1999–2009. Bisa dibilang sangat jarang tokoh NU yang berkarir dari bawah seperti Kiai Hasyim.
Selain di NU, KH Hasyim pernah menjadi DPC PPP pada 1973–1977. Di dunia politik, KH Hasyim pernah menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri pada Pemilu 2004.
Seperti diketahui, Pemilu 2004 itu dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Belakangan, KH Hasyim diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Republik Indonesia.
Gus Fahrur menyatakan, berbeda dengan karirnya di dunia politik, KH Hasyim terbilang berhasil ketika sepuluh tahun memimpin NU. ”Beliau sangat dermawan, ketika menjabat di PB NU tidak pernah merepotkan cabang yang mengundang. Bahkan, biasanya beliau selalu menyumbang,” imbuh pria yang juga menjabat wakil ketua PW NU Jawa Timur ini.