Kiai Cabuli Santri, MUI Jember: Harus Selektif Pilih Pesantren
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember mendukung penuh proses hukum terhadap Fahim, atas kasus dugaan pencabulan terhadap santri. MUI Jember juga meminta seluruh masyarakat mengambil pelajaran dari kasus tersebut, dengan cara selektif memilih pondok pesantren untuk putra-putrinya.
Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Jember, M. Kholili mengatakan, pihaknya memberikan dukungan terhadap Polres Jember dalam mengusut dugaan pencabulan di Pondok Pesantren Syariah di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember. Bahkan Kholili meminta polisi tidak gentar meskipun ada upaya perlawanan dari tersangka.
“Kami harap polisi tidak takut dengan tekanan yang dilakukan maupun upaya gugatan praperadilan. Mereka hanya menggertak saja,” kata Kholili, Sabtu, 21 Januari 2022.
MUI Jember juga meminta seluruh pihak saling menguatkan. Terutama terhadap para santri yang diduga menjadi korban.
Salah satu yang perlu dilakukan adalah upaya mendampingi korban agar menyampaikan keterangan berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi, tanpa ada beban dan merasa ketakutan.
Sementara kepada para pengurus maupun pemilik lembaga pendidikan berbasis agama maupun pondok pesantren, agar mengambil pelajaran dari kasus yang menjerat Fahim. Diperlukan kehati-hatian lebih untuk selalu patuh terhadap norma agama dan hukum.
“Harus hati-hati, terutama jika terjadi percampuran laki-laki dan perempuan, biar tidak muncul fitnah,” seru Kholili.
Sebagai bentuk antisipasi agar kejadian serupa tak terulang, MUI mendesak Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember lebih gencar lagi mengedukasi tentang pentingnya ramah anak ke lembaga pendidikan, khususnya pesantren dan lembaga pendidikan berbasis agama.
“DP3AKB sebagai kepanjangan Pemerintah Kabupaten Jember harus terus menyosialisasikan dan mengajak pendidikan pesantren dan diniyah agar menjadi lembaga ramah anak,” tambah Kholili.
Bahkan, lembaga pendidikan berbasis agama harus mendeklarasikan diri sebagai lembaga ramah anak. Deklarasi ramah anak itu sebagai garansi bahwa lembaga tersebut memang aman bagi anak-anak.
Dengan adanya garansi tersebut, para orang tua tidak perlu lagi khawatir saat memondokkan putra-putrinya ke pondok pesantren yang sudah ramah anak.
Kholili juga meminta para orang tua selektif dengan hanya memilih pondok pesantren ramah anak untuk tempat pendidikan putra-putrinya. Selain itu, hal yang juga perlu diperhatikan berkaitan dengan sanad keilmuan pengasuh pondok pesantren itu.
Setelah sanad keilmuan sesuai dan menyambung dengan ajaran Islam ahlussunnah waljamaah, orang tua juga perlu melihat tingkat keilmuan dan pengamalan keilmuan dan tingkat kehati-hatian dari seorang pengasuh pondok pesantren.
Selain memastikan tidak menjadi korban kekerasan seksual, selektif dalam memilih pondok pesantren juga agar ilmu yang diperoleh adalah Islam yang ramah dan penuh rahmat. Sehingga saat lulus dari pondok menjadi santri yang menjunjung tinggi akhlak dan memahami ilmu Fiqih serta akidah ahlussunnah waljamaah.
“Dilihat dulu pengasuhnya jika hendak memondokkan anak ke pesantren. Tingkat, pengamalan dan sanad keilmuannya bagaimana. Kemudian afiliasinya ke mana dan gurunya siapa,” pungkas Kholili.